Selanjutnya, masalah keempat, ucap Kang Denas, Ketimpangan Antar Wilayah dan Konektivitas Terbatas. Ketimpangan yang mencolok antara wilayah utara, tengah, dan selatan yang menunjukkan ketidakmerataan pembangunan sistematis. Kawasan utara cenderung lebih maju. Sementara tengah dan selatan jauh tertinggal.
"Kondisi tersebut semakin diperparah oleh rendahnya kualitas infrastruktur jalan. Saat ini, kondisi jalan rusak sepanjang 41,6 kilometer (km) dan 3.04,2 km lainnya mengalami rusak berat. Hal ini mencerminkan kegagalan dalam pembangunan infrastruktur yang dapat menghambat mobilitas dan aktivitas ekonomi masyarakat," ucap Kang Denas.
Persoalan kelima, ujar Kang Denas, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Cianjur rendah. Kabupaten Cianjur pada 2023 memiliki PAD hanya sebesar Rp436,5 miliar dari total pendapatan daerah Rp4,2 triliun.
Ketergantungan tinggi terhadap dana transfer dari pemerintah pusat menunjukkan lemahnya basis ekonomi lokal dan ketidakmampuan daerah untuk memaksimalkan potensi ekonomi yang dimiliki.
Padahal potensi dan peluang investasi di Cianjur sangat tinggi. Begitu juga potensi PAD yang bersumber dari pajak dan retribusi, sangat tinggi.
Masalah keenam yang mendera Cianjur adalah, kasus human trafficking marak terjadi di Cianjur. Fakta itu menjadikan Kabupaten Cianjur sebagai salah satu daerah dengan kasus perdagangan manusia terbesar di Indonesia.
"Masalah ini bukan hanya cerminan dari tingkat pendidikan rendah, kemiskinan dan pengangguran tinggi, tetapi juga menunjukkan celah besar kelemahan dalam perlindungan sosial dan penegakan hukum," tutur Kang Denas.
Dalam kesempatan itu, Kang Denas juga menyinggung masalah sampah yang belum terkelola dengan baik. Pada 2023, sampah yang terkelola hanya 18,87 persen. Realita ini mencerminkan kelemahan mendasar dalam manajemen pengelolaan sampah, baik di hulu sumber sampah maupun hilir lokasi pengolahan dan pembuangan.
"Tanpa upaya signifikan dalam pengelolaan sampah, Kabupaten Cianjur akan dihadapkan pada konsisi darurat sampah, yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat, daya tarik investasi dan pariwisata," ucapnya.
Sistem merit ASN pun, ujar Kang Denas, belum berjalan di Kabupaten Cianjur. Dalam praktik birokrasi pemerintahan di Kabupaten Cianjur, rekrutment dan pengembangan karier ASN belum menjalankan sistem merit. Hal ini dapat terlihat dari Indeks Sistem Merit Kabupaten Cianjur masih dalam kategori kURANG.
Realita itu menunjukkan penempatan ASN dalam jabatan kerap tidak memperhatikan pendidikan dan keahlian akan tetapi disinyalir terdapat kondisi like and dislike (suka dan tidak suka). Sehingga, hasilnya birokrasi cenderung lamban dan berpengaruh terhadap kinerja pembangunan.
"Saat ini Kabupaten Cianjur berada di persimpanganyang krusial. Sehingga
membutuhkan konsep kepemimpinan transformatif dengan strategi mobilisasi dan orkestrasi yang melibatkan kolaborasi Pentahelix meliputi: akademisi, pebisnis, komunitas, pemerintah, media," ujarnya.
Kerja sama lima unsur tersebut, tutur Kang Denas, kerap juga disingkat ABCGM (Academician, Business, Community, Government, Media) untuk menggerakkan lima pilar kesejahteraan daerah, yakni, 1. Akselerasi peningkatan IPM; 2. Ekonomi Hijau (pertanian terpadu dan berkelanjutan); 3. Ekonomi biru (budidaya dan pengembangan teknologi pengelolaan sumberdaya laut); 4. Ekonomi digital (pengembangan dan pembuatan layanan berbasis teknologi UMKM); dan 5. Pariwisata (dukungan program pariwisata, pengembangan platform dan database untuk melakukan kurasi budaya).
"Kelima pilar tersebut tentu harus didukung dengan pemerataan pembangunan hingga implementasinya dalam mewujudkan pemerintahan daerah yang SMART hingga ke perangkat terkecil, yakni, kampung. Dengan demikian akan terbentuk suatu persepsi publik yang baru dan membongkar persepsi lama terhadap daerah yang selama ini dipandang sebelah mata," ucap Kang Denas.
Menurut Kang Denas, untuk memperbaiki hal tersebut tentu membutuhkan pengorbanan, Deden Nasihin-Neneng Efa Fatimah akan memulainya dengan meninggalkan kursi DPRD Provinsi Jawa Barat, demikian juga dengan Ibu Efa yang sudah meninggalkan status ASN, untuk fokus berkolaborasi dengan seluruh aktor pembangunan dan bergegas mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah lainnya di Jawa Barat dan di Indonesia.
"Untuk kesejahteraan warga, dengan tagline perubahan Cianjur Bergegas dan Berlari Mengejar Ketertinggalan. Untuk itu, saya Deden Nasihin sebagai Calon Bupati Cianjur dan Neneng Efa Fatimah sebagai Calon Wakil Bupati Cianjur 2025-2030 akan mengusung sebuah komitmen yang dituangkan dalam sebuah visi yaitu, Berkolaborasi Mewujudkan Cianjur BERKAH (Berdaya Saing, Khidmah dan Amanah),” ucap Kang Denas.
Kang Denas menjabarkan, Berdaya Saing diartikan sebagai cerminan Kabupaten Cianjur yang tergambar pada aspek sosial dan ekonomi, yang ditunjukkan oleh tiga pilar utama yaitu sehat, cerdas dan sejahtera.
Berdaya saing ditandai dengan meningkatnya aksesibilitas dan kualitas kesehatan dan Pendidikan, meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan daya saing ekonomi, serta menurunnya ketimpangan antar wilayah.