JAKARTA - Pengamat hukum dan politik Pieter C. Zulkifli menilai kunjungan Sri Paus Fransiskus ke Indonesia membawa pesan moral bagi bangsa di Tanah Air. Selain seruan persaudaraan, Paus memberikan contoh positif tentang hidup dalam kesedarhanaan.
Dalam catatan analisisnya, ia menyebutkan bahwa kesederhanaan Sri Paus kontras dengan dan gaya hidup hedonis serta perilaku korupsi yang sering ditemukan di kalangan pejabat Indonesia. Pieter mengajak elite politik dan pejabat publik untuk merenungkan kembali nilai-nilai yang Sri Paus pegang dalam menjalankan tugas.
"Kunjungan diplomatik dan apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia sarat dengan pesan moral dan seruan persaudaraan, tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga bagi seluruh umat beragama. Satu pesan moral yang kuat yakni kesederhanaan yang dicontohkan oleh Paus," kata Pieter Zulkifli, Rabu (4/9/2024).
Bagi dia, tidak ada yang kebetulan dalam dunia. Begitu pula dengan kedatangan pemimpin Gereja Katolik Sedunia ke Indonesia. Ia menilai sosok yang sangat dihormati itu datang dengan kesederhanaan yang luar biasa dengan memberikan pesan moral yang kuat di tengah maraknya gaya hidup hedonisme di kalangan pejabat dan keluarganya di Indonesia.
"Paus Franciscus, meskipun bisa saja memilih fasilitas mewah seperti pesawat jet pribadi, kamar suite termewah, atau limusin anti peluru, justru memilih untuk melakukan perjalanan dengan pesawat komersial, menginap di Kedutaan Vatikan, dan menggunakan mobil sederhana, Kijang Zenith, tanpa kaca anti peluru," ujarnya.
Ia menuturkan saat menumpangi mobil yang menjemputnya, Sri Paus justru duduk di depan, tepatnya di samping pengemudi dengan kaca jendela yang terbuka. Sri Paus bahkan melambaikan tangan sambil tersenyum penuh welas asih saat menyapa masyarakat. Menurutnya, khotbah kesederhanaan ini tidak diungkapkan dengan kata-kata atau dari mimbar melainkan melalui tindakan nyata yang menyentuh kalbu banyak orang.
"Kesederhanaan Paus ini bukan sekadar simbol, tetapi sebuah pesan yang kuat: kepemimpinan sejati tidak diukur dari harta atau kekayaan, melainkan dari ketulusan, pelayanan, dan pengabdian kepada orang lain. Paus menunjukkan bahwa kekuasaan tidak harus datang dengan kemewahan, tetapi seharusnya disertai dengan kerendahan hati dan kesederhanaan," kata dia.
Pieter Zulkifli mengugkapkan keteladanan Sri Paus berbanding terbalik dengan gaya hidup sebagian besar pejabat di Tanah Air. Mobil mewah, rumah megah, dan barang-barang bermerk sering kali menjadi penanda status sosial para pejabat di Indonesia. Padahal, tugas utama mereka adalah melayani rakyat, bukan mempertontonkan kekayaan.
Lebih dari itu, kata dia, banyak pejabat di negeri ini justru hobi menciptakan masalah dengan alasan hukum supaya dapat duit. Tak hanya itu, tidak sedikit pihak-pihak yang mencari kesempatan untuk mendapat uang. "Pengusaha diperas, rakyat kecil dikriminalisasi dan ditindas, tetapi para penjahat justru dilindungi," kata Pieter Zulkifli.