Kisah Pemindahan Istana Kerajaan Mataram, Sultan Amangkurat I Sampai Turun Tangan

Avirista Midaada, Jurnalis
Rabu 16 Oktober 2024 06:13 WIB
Ilustrasi kerajaan (Foto: Freepik)
Share :

PEMINDAHAN istana dan ibu kota kerajaan besar-besaran dilakukan semasa Sultan Amangkurat I bertahta di Mataram. Sang raja bahkan sampai memerintahkan pejabat dan masyarakatnya bekerja bakti menyelesaikan pembangunan istana dan kompleks wilayah ibu kota di Plered.

Sang Sultan bahkan memerintahkan membakar banyak batu bata demi mencukupi bahan baku pembuatan istana. Hal ini belajar dari sejarah keraton lama yang dianggap kurang kokoh, karena hanya terbuat dari kayu.

Karena terlalu banyaknya kebutuhan pekerja, Sultan Amangkurat I sampai harus turun tangan langsung dan mengerahkan pejabat istana. Tak ayal, penolakan sempat datang dari beberapa pejabat untuk bekerja langsung membantu pembangunan istana.

Tapi sanksi langsung diberikan oleh sang penguasa bila sang pejabat tidak memenuhi permintaannya. Sang pejabat tinggi itu langsung diikat dan dibaringkan di paseban, dijemur dalam panas terik matahari, dikutip dari buku "Disintegrasi Mataram : Di bawah Mangkurat I", dari H. J. De Graaf.

Dikisahkan suatu utusan Belanda, istana Plered di selatan menghadap ke arah Sungai Opak. Di sana terdapat pintu gerbang selatan yang membatasinya dengan Sungai Opak. Kemudian tampak pada peta kecil itu bahwa bentuk dalem bukanlah benar-benar persegi, tetapi seperti belah ketupat.

Sedangkan kedua lapangan dalam, yaitu Kemandungan dan Srimenganti, yang harus dilalui sebelum tiba di Prabayeksa atau Istana raja itu sendiri, berada di dalam tembok keliling. Tapi sang utusan Belanda Jan Vos ketika berkunjung ke Kerta hanya dapat melihat Srimenganti, maka antara lapangan dalam ini dan alun-alun masih disisipkan lagi Kemandungan.

 

Sementara ada sebuah sketsa peta keraton itu berdasarkan sisa-sisa reruntuhan yang masih dapat terlihat pada tahun 1889. Pada peta itu digambarkan Srimenganti sebuah bangunan yang dikelilingi tembok, yaitu Suranatan, sedangkan di sebelah barat alun-alun digambarkannya sebuah masjid.

G.P. Rouffaer seorang Belanda memberikan keterangan bahwa tembok-tembok keraton itu, yang sebelum tahun 1889 diratakan dengan tanah, dahulu setinggi lima sampai enam meter dan tebalnya 1,5 meter, dibangun seluruhnya dari batu bata, dan disisipi di sana-sini (dengan) bata alam. Permukaan tembok di atas diberi penutup persegi tiga, seluruhnya terbuat dari batu alam putih yang diberi bentuk seperti batu bata yang lebar.

Sultan Amangkurat I konon memerintahkan untuk resmi memindahkan keraton ke Plered dengan audiensi besar. Saat itu audiensi besar itu dilakukan di hari Senin, sebagaimana sumber dari Babad B.P., sebagaimana pemindahan keraton sesuai kehendak ayahnya.

(Angkasa Yudhistira)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya