Setelahnya, supaya orang tua sang perempuan itu didengar keterangannya. Jika ia tidak menghendaki menantu laki-laki dari keturunan rendah, laki-laki itu akan dikenakan pidana mati.
Sementara gadis ini dikembalikan kepada orang tuanya. Tetapi jika orang tua sang perempuan setuju, laki-laki itu wajib membayar tukon atau mahar kepada ayah gadis itu. Maka gadis itu diistilahkan jawi kapateh.
Sementara untuk poligami menikahi lebih dari satu perempuan bagi laki-laki, dan monogami menikahi lebih dari satu laki-laki bagi perempuan, di undang-undang tidak diatur. Tetapi perkawinan poligami jelas diizinkan, mengingat banyak dari para pejabat Kerajaan Majapahit yang mempunyai lebih dari seorang istri.
Istri tambahan ini biasa disebut dengan istilah selir. Sebagai contoh, perkawinan antara raja Majapahit Kertarajasa Jayawardhana dengan empat orang putri Kertanegara dari Kerajaan Singasari. Kutara Manawa bahkan berulang kali menyebutkan tentang adanya poligami, misalnya pada Pasal 215. Pasal ini menyatakan seorang brahmana yang mempunyai empat orang istri.
(Awaludin)