Jangan Langgengkan Praktik Demokrasi yang Manipulatif

Opini, Jurnalis
Jum'at 17 Januari 2025 09:55 WIB
Bambang Soesatyo
Share :

Pengetahuan dan pemahaman tentang pemimpin  yang harus dipersiapkan adalah keniscayaan, dan berlaku pada bidang apa pun. Pemimpin dari satuan kerja terkecil hingga yang berskala besar harus dipersiapkan. Utamanya karena  sosok yang memimpin harus punya kompetensi dan kompetensinya pun harus diketahui publik. Rakyat di sebuah negara pun pasti menginginkan pemimpinnya punya kompetensi untuk mengelola kepentingan semua elemen masyarakat.

Syarat menjadi calon presiden telah disederhanakan sedemikian rupa sebagaimana tercermin pada Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 62/PUU-XXII/2024 itu. Penyederhanaan ini memang terkesan populis. Namun, membawa implikasi yang kompleks bagi dinamika politik dan proses pendewasaan demokrasi di Indonesia. Selain itu, penyederhanaan tersebut juga berpotesi semakin membuka dan memperluas ruang bagi manipulasi nilai dan prinsip-prinsip demokrasi dalam memilih pemimpin publik, utamanya memilih presiden.

Berpijak pada putusan MK itu, bisa dipastikan bahwa jumlah bakal calon pasangan Presiden-Wakil Presiden pada agenda pemilihan presiden (Pilpres) berikutnya, atau tahun 2029, lebih banyak dibanding agenda Pilpres sebelumnya. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan akan banyak inisiatif dari elemen-elemen masyarakat untuk mendirikan partai politik baru demi kemudahan mendapatkan tiket Pilpres.

Mendirikan partai baru dan menjadi kandidat Pilpres butuh pembiayaan sangat mahal. Tentu saja pada waktunya nanti latar belakang kandidat peserta Pilpres dan partai-partai baru itu harus tranparan. Harus ada kejelasan tentang latar belakang figur dan transparansi tentang asal-usul pembiayaan.

Publik tentu tidak mau jika proses pencalonan kandidat Capres-Cawapres dibiayai dengan uang panas yang diperoleh dari tindak pidana semisal judi online atau transaksi narkoba, termasuk juga dana pen-capres-an yang bersumber dari pihak atau negara asing. Sebab, pada akhirnya, semua daya dan kekuatan yang tidak jelas itu akan digunakan untuk mempraktikan demokrasi yang manipulatif.

Untuk alasan populis, keputusan MK itu di satu sisi memberi kesempatan lebih besar bagi semua partai politik untuk berpartisipasi dalam Pilpres, karena  bertambahnya jumlah pasangan calon yang akan bertarung dalam kontestasi Pemilu. Namun, bertambahnya jumlah pasangan calon presiden tidak selalu berdampak positif. Sebaliknya, dia akan menghadirkan persoalan dan tantangan riel.  Misalnya, selain praktik demokrasi yang manipulatif, ada risiko fragmentasi politik, polarisasi, tingginya biaya politik dan munculnya calon berkualitas rendah dengan agenda politik yang sempit.

Pasal 6A ayat 1 UUD NRI 1945 menyebutkan presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Ayat 2 menegaskan, pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Artinya, konsekuensi penghapusan presidential threshold bisa diatur dengan pembatasan minimal dan maksimal gabungan (koalisi) partai politik pengusul capres-cawapres, untuk menghindari hanya dua pasang calon maupun dominasi koalisi partai politik pengusul capres-cawapres.

Sebelum dianulir MK, ketentuan presidential threshold mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik memenuhi ambang batas tertentu, yaitu 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional, sebagai syarat mengusulkan pasangan calon presiden. Dengan dihapusnya presidential threshold, setiap partai politik memiliki kesempatan yang sama untuk mengajukan pasangan calon presiden.

Hasil Pemilu 2024 mencatat delapan partai politik memperoleh kursi di DPR dan 10 partai politik tanpa kursi di DPR. Dengan dihapusnya presidential threshold, jumlah pasangan calon presiden diperkirakan bisa meningkat dari tiga pasangan di Pilpres 2024, menjadi lebih dari empat atau bahkan enam pasangan pada Pilpres 2029.

 

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya