Bertambahnya jumlah kandidat Capres tidak selalu menjadi indikasi positif bagi demokrasi. Pengalaman di berbagai negara membuktikan banyaknya kandidat Capres dengan latar belakang politik kurang matang; visi misinya terbatas, dan keterwakilan politik yang tidak proporsional. Contohnya, dalam pemilu presiden di Brasil tahun 2018, terdapat 13 kandidat yang bertarung. Hasilnya, muncul beberapa calon presiden dengan pengalaman politik yang minim. Komunitas pemilih justru bingung mencari figur pemimpin yang kredibel dan kompeten.
Maka, tantangan utama pasca penghapusan presidential threshold adalah menjaga kualitas kandidat. Masyarakat perlu cerdas dalam memilih. Semua partai politik hendaknya mengusulkan calon presiden dengan visi dan misi yang jelas, serta agenda yang luas dan inklusif.
Faktor lain yang tidak bisa diremehkan begitu saja adalah risiko polarisasi di masyarakat akibat banyaknya jumlah calon presiden. Polarisasi dapat terjadi antara pendukung berbagai calon presiden yang pada gilirannya dapat memperburuk kohesi sosial. Data dari lembaga survei menunjukkan bahwa tingkat polarisasi di Indonesia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut lembaga riset LSI, data pada tahun 2023 menunjukkan sekitar 42 persen responden merasakan bahwa politik di Indonesia semakin terbagi dalam dua kubu yang saling berlawanan.
Banyaknya jumlah calon presiden dalam Pemilu mendatang juga menyebabkan Pilpres menjadi lebih mahal dan kompleks. Biaya kampanye meningkat, inflasi biaya logistik, serta kemungkinan meningkatnya praktik politik uang. Dengan banyaknya calon presiden, dapat dipastikan bahwa pemilihan presiden akan berlangsung lebih dari satu putaran, dengan konsekuensi menambah beban biaya Pemilu bagi pemerintah.
Pemerintah bersama DPR perlu memperkuat regulasi Pemilu, menciptakan standar kualitas bagi calon presiden, dan memastikan transparansi dana kampanye. Dan, tidak kalah pentingnya adalah peningkatan kapasitas partai politik dalam mengedukasi kader mereka mengenai pentingnya integritas dan kualitas kepemimpinan. Pelatihan dan pembinaan kader bisa memudahkan proses seleksi calon presiden yang lebih berkualitas dan kompeten.
Bambang Soesatyo,
Anggota DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua DPR RI ke-20/Ketua Komisi III ke-7/Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Jayabaya, Trisakti dan Universitas Pertahanan (UNHAN)
(Khafid Mardiyansyah)