Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini menambahkan, semua lembaga itu harus memiliki kewenangan yang sama dan bersinergi. Sistem itu, kata dia, harus ditopang oleh subsistem yang sederajat karena jika ada dominasi kewenangan, maka bisa saja terjadi penyalahgunaan kewenangan.
"Mungkin juga di dalam di kejaksaan ada kemungkinan terjadinya penundaan penuntutan, kejaksaan bisa jadi menunda penuntutan terhadap seseorang tersangka tanpa alasan yang jelas. Sehingga memungkinkan tersangka untuk melarikan diri atau menghancurkan barang bukti," tuturnya.
Di dalam sistem peradilan pidana itu juga perlu adanya due process of law (proses hukum yang adil, red). Selain itu, bisa saja terjadi penyalahgunaan penuntutan.
Menurut Indah, tak menutup kemungkinan kejaksaan bisa saja menyalahgunakan wewenang penuntutan untuk menghentikan penuntutan atau untuk menargetkan lawan politik maupun lawan bisnis. Dia menganggap semua itu serba mungkin, karena dominasi, super atau pemberian kewenangan yang lebih dalam subsistem yang sama di dalam sistem peradilan pidana.
"Sehingga penerapan dominus litis di dalam Revisi KUHAP nanti perlu juga ke hati-hatian apalagi kalau asas dominus litis akan dimasukkan di dalam UU Kejaksaan. Karena ini perlu kehati-hatian dan prinsip keteguhan. Tidak pernah ada sebuah institusi yang menjadi super power yang kemudian menerapkan kehati-hatian di dalam proses penerapan sebuah sistem," katanya.
(Arief Setyadi )