RUU KUHAP, Superioritas Penyidikan Dikhawatirkan Hilangkan Pengawasan dan Pemenuhan Hak Tersangka

Arief Setyadi , Jurnalis
Jum'at 07 Maret 2025 00:26 WIB
Seminar RUU KUHAP (Foto: Ist/Okezone)
Share :

JAKARTA – Wacana mengenai superioritas penyidikan dalam pembahasan RUU KUHAP terus menuai pro dan kontra. Banyak yang mengkhawatirkan bahwa penguatan superioritas penyidikan bisa berdampak buruk terhadap pemenuhan hak-hak tersangka.

"Itu (superioritas penyidikan) akan berdampak pada terjadinya berbagai pelanggaran hak-hak tersangka dan potensi penyidikan yang tidak bertujuan untuk menegakkan kebenaran keadilan," ujar Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana dalam keterangannya.

Arif menyampaikan hal tersebut dalam sebuah seminar bertajuk "RUU KUHAP: Masa Depan Penegakan Hukum Pidana di Indonesia”, yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil dan FORI Pasca Sarjana KSI X di Gedung IASTH Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).

Arif menambahkan bahwa revisi KUHAP harus memastikan penegakan hukum yang independen, profesional, dan berintegritas. Dalam hal ini, penegakan hukum tidak boleh digunakan untuk memperkuat represivitas hegemoni kekuasaan.

"Harus ada kontrol yang ketat terhadap kewenangan penyidikan dan upaya paksa (termasuk penuntutan, pengadilan, pemasyarakatan). Bantuan hukum memiliki peran yang sangat signifikan,” imbuhnya.

Arif mengungkapkan, jika merujuk draf RUU KUHAP yang beredar bahwa kepolisian cenderung resisten dengan usulan pembatasan dan pengawasan terhadap kewenangannya. Padahal, kinerja Polri juga tak luput dari sorotan.

 

Menurut data LBH Jakarta, sejak Januari hingga September 2023, Kompolnas telah menerima 1.150 saran dan keluhan masyarakat. Sebagian besar berkaitan dengan pelayanan buruk dan penyalahgunaan wewenang oleh Polri yang mencapai 1.098. 

"Kritik, aduan, serta protes dari masyarakat selalu muncul karena buruknya pelayanan perlakuan diskriminatif, hingga penyalahgunaan wewenang," katanya.

Arif menambahkan, temuan LBH Jakarta dan MaPPI FH UI, yang mencatat ada 1.144.108 perkara yang diterima pada periode 2012-2014. Namun, hanya sebagian yang diproses secara tuntas. 

Dari 645.780 perkara yang diproses, sekitar 386.766 dilengkapi dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dan diterima oleh kejaksaan. Namun, sisanya, 255.618 perkara masih mengendap dan 44.273 perkara diduga hilang begitu saja.

Arif menggarisbawahi pentingnya revisi KUHAP untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam praktik penyidikan, seperti salah tangkap, intimidasi, penyiksaan, rekayasa kasus, manipulasi bukti, dan penghalangan bantuan hukum. Ia juga menyebutkan adanya berbagai bentuk pemaksaan dalam proses pemeriksaan dan pemberian keterangan, serta kurangnya transparansi dan independensi dalam ruang sidang.

Bambang Rukminto, seorang pengamat kepolisian dari ISESS, berpendapat bahwa penguatan kewenangan penyidik dalam draf RUU KUHAP berpotensi memberi kekuasaan yang sangat besar pada penyidik kepolisian. Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 16 (1), yang memungkinkan penyidik untuk memulai penyidikan tanpa memberitahu penuntut umum terlebih dahulu. 

“Hal ini menghilagkan prinsip check and baance dalam system peradilan pidana,” katanya.

Bambang juga menyoroti beberapa pasal lainnya, Pasal 94, Pasal 22 (1) dan (2), serta Pasal 69 (1), yang memberikan wewenang bagi penyidik untuk menawarkan peran sebagai saksi mahkota kepada tersangka atau terdakwa dengan peranan paling ringan dalam kasus yang sama. 

 

Menurut Bambang, semangat revisi KUHAP seharusnya untuk melindungi hak-hak warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan, baik oleh penyidik, jaksa, maupun hakim.

“Selama ini nyaris terkait penyidikan itu kontrol pengawasannya tidak ada. Revisi KUHAP ini harus memberikan ruang untuk control dan pengawasan. Siapa yang mengawasi siapa itu penting. Entah nanti dalam KUHAP pengawasannya dalam bentuk koordinasi, dominus litis pada kejaksaan atau hakim komisioner, itu penting. Kalau tidak kesewenang-wenangan yang selama ini terjadi oleh penyidik kepolisian akan terus terjadi," ujarnya.

Sementara Dosen Fakultas Hukum UI, Febby Mutiara Nelson, menyoroti perbedaan sistem koordinasi penyidikan di berbagai negara. Di Perancis, misalnya, jaksa bertindak sebagai pengarah dan pengawas penyidikan yang dilakukan oleh polisi. Tugas dan wewenang aparat penegak hukum diatur dalam the French Code de Procedure Penale (CPP).

"Dalam menjalankan tugas tersebut jaksa memberikan arahan dan mengawasi penahanan yang dilakukan polisi. Untuk tindak pidana serius dan kompleks, jaksa memproses perkara tersebut dan bertanggungjawab atas investigasi,” ujar Febby.

Sedangkan di Belanda, sistem peradilan pidana mengadopsi model inquisitorial system, di mana penyidikan dan penuntutan diawasi oleh Board of Prosecutors General, sebuah komisi yang berisi 3-5 penuntut umum yang bertugas mengawasi seluruh proses penyidikan dan penuntutan. 

"Dalam perkara serius  jaksa terlibat langsung dalam penyidikan. Dalam praktik, jaksa secara rutin bersama polisi mengambil berbgai keputusan strategis terkait lingkup penyidikan, pelaksanaan upaya paksa dan juga memeriksa orang dalam penyidikan,” tuturnya.

Di Amerika Serikat, model koordinasi antara polisi dan jaksa lebih bersifat horizontal, di mana jaksa berperan sebagai pengawas yang memastikan setiap perkara pidana memiliki cukup bukti untuk dilanjutkan. Jaksa di AS bertanggung jawab menentukan dakwaan dan kecukupan bukti dalam suatu perkara.

 

Melihat perbedaan sistem yang diterapkan di negara-negara tersebut, Febby merekomendasikan agar revisi KUHAP meningkatkan koordinasi antara penyidik dan penuntut umum di Indonesia. 

Ia juga menyarankan pembentukan forum koordinasi seperti Mahkejapol (forum penyidikan dan penuntutan) dan penguatan mekanisme pengawasan melalui perluasan praperadilan atau pembentukan hakim komisaris atau Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP).

“Rekomendasi lainnya yaitu efisiensi dalam proses penegakan hukum. Pembatasan waktu dengan pemanfaatan teknologi informasi,” katanya.

(Arief Setyadi )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya