Di Malang sendiri diidentifikasi ada setidaknya beberapa titik bekas laskar Pangeran Diponegoro yang ikut menyebarkan agama Islam, mulai dari Eyang Djoego atau nama Kyai Zakaria II di kawasan Gunung Kawi, Kiai Hamimuddin di Bungkuk, Singosari, serta makan di daerah Bantur, Kabupaten Malang. Dari tiga sosok itu dua sosok diketahui merupakan perwira atau petinggi pasukan, sedangkan sisanya pasukan biasa.
"(Para eks laskar Pangeran Diponegoro) Mereka juga punya level pengetahuan agamanya masing-masing, untuk mengajarkan Islam yang secara kaffah apakah hanya prajurit yang tingkat bawah saja, beda-beda jadi yang di atas juga bisa," kata dosen Program Studi Sejarah di UM Malang ini.
Menurutnya, karena berdasarkan tingkatkan pangkat di pasukan Diponegoro itulah yang membuat terjadi perbedaan pemahaman agama Islam yang diajarkan juga oleh Pangeran Diponegoro. Mereka yang dekat dengan Pangeran Diponegoro karene menjadi pemimpin pasukan atau berbeda dengan yang pasukan biasa, secara ilmu yang didapat dari sang pangeran.
"Sama-sama laskar Diponegoro, kan laskar Diponegoro banyak, yang tampil juga beberapa saja. Tapi laskar kan itu juga ada yang tingkat perwira tinggi, menengah dan ada yang prajurit biasa," tuturnya.
"Yang di Bantur itu dia prajurit biasa, menyebarkan agama Islam semampunya. Tidak bisa mendetail, hanya belajar syari'at, bukan thoriqohnya, ngajarin salat seperti apa, gak detail ke syariat lainnya," tukasnya.
(Puteranegara Batubara)