“Kami mimpi, masjid juga punya Bantuan Operasional Masjid. Kalau BOS bisa satu juta per siswa, kenapa tidak kita ukur juga nilai satu jamaah masjid? Apalagi jemaah subuh,” ujarnya.
Selama ini kata dia, umat Islam membangun dan merawat masjid secara mandiri dengan semangat kedermawanan yang luar biasa. Namun untuk meningkatkan kualitas layanan, negara perlu turun tangan secara sistemik.
“Masjid kita ini luar biasa. Dibangun gotong royong, tanpa negara. Tapi kalau kita ingin layanan terbaik, maka perlu ada dukungan strategis,” pungkasnya.
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah, Arsad Hidayat, menambahkan, kondisi masjid saat ini masih jauh dari ideal dalam menjamin akses bagi kelompok rentan.
“Data survei dari Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat menyebutkan, dari 47 masjid yang dicek, 46 di antaranya belum ramah terhadap penyandang disabilitas dan lansia. Ini pukulan besar bagi kita,” ujarnya.
Temuan itu menunjukkan bahwa masjid belum diperlakukan sebagai ruang publik yang menjunjung prinsip keadilan akses. Padahal, berdasarkan data BPS, sebanyak 8,5 persen atau sekitar 23 juta penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas.