Namun janji itu tidak ditepati dan Bharatu CR hanya mengembalikan uang korban Rp 38 juta. Selain itu, CR juga menipu korban G sebesar Rp243 juta dengan menjanjikan anaknya lulus menjadi anggota Polri atau ASN Polri.
Dari jumlah tersebut, baru Rp15 juta yang dikembalikan. Hingga saat sidang berlangsung, masih terdapat laporan tambahan dari korban lain senilai Rp210 juta dan 38 laporan lain dengan total kerugian Rp3,23 miliar.
Dalam putusan sidang, ujar Kombes Hendra, perilaku Bharatu CR dinyatakan sebagai perbuatan tercela. Ia dijatuhi sanksi etika dan administratif, termasuk meminta maaf kepada pimpinan Polri dan korban, menjalani pembinaan rohani dan profesi, mutasi demosi selama 5 tahun, penundaan pangkat dan pendidikan selama 3 tahun, dan penempatan di tempat khusus selama 30 hari sebelum akhirnya dijatuhi sanksi PTDH.
"Ada kesempatan untuk banding, tapi potensi banding itu diterima hampir tidak ada karena yang bersangkutan sudah empat kali melakukan pelanggaran," ujar Kombes Hendra.
Kabid Humas menuturkan, vonis PTDH tersebut merupakan ketegasan institusi Polri, khususnya Polda Jabar dalam menindak anggota yang melanggar hukum dan kode etik.
"Polda Jabar tidak akan mentolerir setiap bentuk pelanggaran berat. Penegakan hukum terhadap anggota sendiri merupakan bukti bahwa Polri berkomitmen menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat," tutur Kabid Humas.
Sementara itu, Kabid Propam Polda Jabar, Kombes Pol Adiwijaya mengatakan, PTDH terhadap CR bersifat final dan sah, sehingga yang bersangkutan sudah tidak berstatus sebagai anggota Polri.
"Yang bersangkutan telah terbukti bersalah dan resmi diberhentikan tidak dengan hormat. Kami tidak akan ragu menindak tegas siapa pun yang menyalahgunakan wewenangnya dan mencoreng institusi," kata Kabid Propam Polda Jabar.
Kombes Adiwijaya menyatakan, keputusan ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi seluruh anggota Polri agar menjunjung tinggi profesionalisme dan tidak menyimpang dari etika serta sumpah jabatan.
(Fetra Hariandja)