JAKARTA – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri sedang membidik tersangka kasus dugaan beras oplosan yang bikin masyarakat merugi Rp99,35 triliun. Dir Tipideksus Bareskrim Polri sekaligus Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, mengungkapkan tersangka bisa berasal dari perorangan maupun korporasi.
Kepolisian sedang mengumpulkan alat bukti tambahan sebelum melakukan gelar perkara penetapan tersangka tersebut. "Tersangka bisa perorangan dan korporasi. Kenapa demikian? Karena profitnya otomatis perusahaan yang akan menikmati," kata Helfi dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025).
Helfi mengatakan akan segera memanggil jajaran direksi dari perusahaan atau produsen merek beras premium yang telah terbukti melakukan pelanggaran mutu dan takaran beras.
Setidaknya sudah ada tiga produsen dari 5 jenis merek beras premium yang melanggar aturan. Rinciannya: PT Food Station selaku produsen Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Setra Pulen. Kemudian, Toko SY (Sumber Rejeki) produsen Jelita, dan PT Padi Indonesia Maju Wilmar selaku produsen Sania.
"Direksi kita akan melakukan pendalaman karena yang jelas apa yang dipertanggungjawabkan di bawah tanggung jawabnya Direksi," tuturnya.
Kepolisian juga turut mengusut dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan tujuan mencari tahu berapa lama praktik beras oplosan ini dilakukan.
Penyidik bakal memakai Pasal 62 Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
Bareskrim Polri menyatakan penyelidikan kasus ini diawali dengan adanya surat Menteri Pertanian kepada Kapolri pada tanggal 26 Juni 2025 tentang penyampaian hasil investigasi terhadap mutu dan harga beras kategori premium dan medium yang beredar di pasar. Investigasi dilakukan pada tanggal 6–23 Juni 2025 pada 10 provinsi dengan jumlah sampel sebanyak 268 sampel pada 212 merek beras.
Hasilnya, terhadap beras premium terdapat ketidaksesuaian mutu beras di bawah standar regulasi sebesar 85,56 persen. Ketidaksesuaian di atas HET sebesar 59,78 persen.
Ketidaksesuaian berat beras kemasan (berat riil di bawah standar) sebesar 21,66 persen.
Terhadap beras medium, terdapat ketidaksesuaian mutu beras di bawah standar regulasi sebesar 88,24 persen. Ketidaksesuaian di atas HET sebesar 95,12 persen.
Ketidaksesuaian berat beras kemasan (berat riil di bawah standar) sebesar 90,63 persen.
"Terdapat potensi kerugian konsumen atau masyarakat per tahun sebesar Rp99,35 triliun, terdiri dari beras premium sebesar Rp34,21 triliun dan beras medium sebesar Rp65,14 triliun," papar Helfi.
(Fetra Hariandja)