BANGKOK – Pertempuran di perbatasan Thailand–Kamboja telah memasuki hari ketiga pada Sabtu (26/7/2025), dengan titik-titik panas baru bermunculan saat kedua belah pihak mencari dukungan diplomatik. Baik Bangkok maupun Phnom Penh menyatakan bahwa mereka bertindak untuk membela diri dan mendesak pihak lain menghentikan pertempuran serta memulai negosiasi.
Angkatan Laut Thailand menyebut terjadi bentrokan di Provinsi pesisir Trat pada Sabtu dini hari, garis depan baru yang berjarak lebih dari 100 km (60 mil) dari titik konflik lain di sepanjang perbatasan yang telah lama diperebutkan.
Kedua negara telah bersitegang sejak tewasnya seorang tentara Kamboja pada akhir Mei dalam pertempuran singkat. Pasukan di kedua sisi perbatasan diperkuat di tengah krisis diplomatik yang semakin parah, membawa pemerintahan koalisi Thailand yang rapuh ke ambang kehancuran.
Jumlah korban tewas di Thailand tetap 19 orang pada Sabtu, sedangkan Juru Bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, Maly Socheata, menyebut lima tentara dan delapan warga sipil tewas dalam pertempuran tersebut.
Duta Besar Thailand untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa menyampaikan dalam rapat Dewan Keamanan pada Jumat (25/7/2025) bahwa tentara telah terluka oleh ranjau darat yang baru ditanam di wilayah Thailand sebanyak dua kali sejak pertengahan Juli—klaim yang dibantah keras oleh Kamboja—dan menyebut Kamboja kemudian melancarkan serangan pada Kamis pagi.
"Thailand mendesak Kamboja untuk segera menghentikan semua permusuhan dan tindakan agresi, serta melanjutkan dialog dengan itikad baik," kata Cherdchai Chaivaivid kepada dewan dalam pernyataan yang dirilis ke media.
Kementerian Pertahanan Kamboja menyatakan Thailand melancarkan "serangan militer yang disengaja, tanpa provokasi, dan melanggar hukum" pada hari Kamis, dan kini sedang memobilisasi pasukan serta peralatan militer di perbatasan.
"Persiapan militer yang disengaja ini mengungkapkan niat Thailand untuk memperluas agresinya dan semakin melanggar kedaulatan Kamboja," ungkap kementerian tersebut dalam pernyataan yang dilansir Reuters, Sabtu.
Kamboja menyerukan kepada masyarakat internasional untuk "mengutuk agresi Thailand sekeras-kerasnya" serta mencegah perluasan kegiatan militer Thailand.
Bangkok menegaskan kembali keinginannya menyelesaikan perselisihan secara bilateral dan menyampaikan kepada Dewan Keamanan bahwa "sangat disesalkan bahwa Kamboja dengan sengaja menghindari dialog yang bermakna dan malah berusaha menginternasionalkan masalah ini untuk melayani tujuan politiknya sendiri".
Thailand dan Kamboja telah berselisih selama beberapa dekade mengenai yurisdiksi sejumlah titik yang tidak dibatasi di sepanjang perbatasan darat mereka yang berjarak 817 km (508 mil), dengan kepemilikan kuil Hindu kuno Ta Moan Thom dan Preah Vihear abad ke-11 menjadi pusat perselisihan.
Preah Vihear diberikan kepada Kamboja oleh Mahkamah Internasional pada 1962, tetapi ketegangan meningkat pada 2008 setelah Kamboja berupaya mendaftarkannya sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.
Hal itu membuat pertikaian berlangsung selama beberapa tahun dan setidaknya menimbulkan belasan korban jiwa.
Pada Juni, Kamboja menyatakan telah meminta Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan perselisihannya dengan Thailand, yang menyatakan tidak pernah mengakui yurisdiksi Mahkamah Internasional dan lebih memilih pendekatan bilateral.
(Rahman Asmardika)