“Bawaslu harus mampu melakukan deteksi dini terhadap narasi hoaks, serta segera berkoordinasi dengan lembaga terkait seperti Kominfo dan penyelenggara platform digital,” lanjutnya.
Bagja juga menyoroti perlunya pengaturan waktu penanganan pelanggaran pemilu, terutama di wilayah kepulauan. Ia menyebutkan bahwa pemanggilan terlapor atau saksi kerap terkendala waktu tempuh, yang berdampak pada efektivitas proses hukum.
“Sering kali panggilan baru sampai dua hari kemudian. Akibatnya, penanganan pelanggaran menjadi terkendala,” ungkapnya.
Terakhir, ia mengusulkan agar UU mengakomodasi pemeriksaan in absentia dalam penanganan pelanggaran pilkada, sebagaimana dalam pemilu. Hal ini diperlukan karena banyak ASN yang diduga melanggar netralitas justru menolak hadir saat dipanggil oleh Bawaslu.
“ASN yang diduga melanggar kerap tidak memenuhi panggilan. Ini menjadi hambatan dalam penegakan hukum,” pungkasnya.
(Awaludin)