Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Ozon dan Pemanasan Global

Ozon dan Pemanasan Global
A
A
A

Conference of Parties (COP) ke-13 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) 3-14 Desember 2007 di Denpasar, Bali, menjadi isu yang amat penting di kalangan pemerhati lingkungan karena terkait dengan fenomena pemanasan global akibat kerusakan ozon (O3) yang terus meningkat.

Kerusakan ozon yang dipicu kian tingginya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer mengatrol temperatur bumi yang diprediksi mencapai satu sampai tiga derajat Celsius pada abad ini. Kerusakan ozon di atmosfer yang tinggi (stratosfer) berpotensi mengubah pola cuaca secara ekstrem dan perubahan iklim yang muncul secara signifikan dapat mengancam kehidupan petani.

Dampaknya, bencana kekeringan dan banjir yang memperburuk ketahanan pangan di negara-negara berkembang. Situasi kemiskinan dengan berbagai dimensinya akan semakin mencekam. "Selamatkan Lapisan Ozon", demikian slogan yang acap disuarakan sejumlah LSM lingkungan hidup saat menjelang UNFCCC.

Pesan ini ditujukan kepada masyarakat dunia untuk tetap proaktif mencegah pemanasan global dengan segala ancamannya. Diharapkan, setiap negara tidak punya alasan untuk mengabaikan kenaikan suhu bumi karena dampaknya akan mengganggu daya kompetitif ekonomi yang bisa memicu konflik, termasuk sengketa perbatasan dan akses atas makanan dan air.

Saringan Alam

Lapisan ozon yang berada di ketinggian sekira 20 km dari permukaan bumi berfungsi sebagai saringan alam untuk menahan sinar ultraviolet (UV) bergelombang pendek dari matahari. Radiasi UV matahari amat berbahaya bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup lain karena dapat menimbulkan penyakit kanker kulit, katarak, melemahnya sistem kekebalan tubuh, dan menurunnya kesuburan hewan ternak.

Sayangnya, lapisan ozon dari waktu ke waktu memburuk yang disebabkan peningkatan emisi GRK seperti CO2, metana, dinitro oksida dan CFC (chlorofluorocarbons). Manusia dalam mencari kenikmatan lewat penggunaan alat penyejuk udara telah mencederai lapisan ozon. Alat penyejuk udara (AC) yang mengandung klorin (CFC) telah membolongi lapisan ozon secara dahsyat. Senyawa kimia perusak ozon selain digunakan sebagai bahan pendingin di lemari es dan AC, juga mudah ditemukan pada styrofoam dan perlengkapan kosmetika.

Penggunaan AC yang sudah menjadi kebutuhan baik di mobil, rumah, restoran, maupun rumah sakit kian memperburuk efek rumah kaca. Meningkatnya jumlah pemilik kendaraan pribadi seiring dengan makin membaiknya tingkat pendapatan masyarakat berimplikasi pada perilaku konsumtif. Mereka yang punya uang lebih suka naik mobil pribadi yang berudara sejuk ketimbang kendaraan umum yang pengap. Bahkan, subsidi BBM-yang konon retorikanya untuk rakyat miskin-menjadi penyumbang bahan pencemar udara yang acap menyengsarakan rakyat miskin.

Tak termungkiri, abad industrialisasi telah merusak keseimbangan atmosfer bumi. Miliaran ton gas karbon dioksida dimuntahkan ke udara oleh negaranegara industri dan berjuta-juta ton gas metana disemburkan dari eksplorasi gas bumi. Muaranya mengubah lapisan udara atmosfer menjadi perangkap panas yang bermetamorfosa menjadi selimut rumah kaca yang menyekap panas sinar matahari dan mendorong naiknya suhu bumi.

Jumlah pemilik mobil pribadi yang makin banyak di perkotaan mencerminkan perilaku "boros energi" sebagai simbol kemakmuran yang bisa dapat menjadi ancaman yang akhirnya menetaskan monster-monster ekologi yang memangsa kehidupan. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2007 menyebutkan, dampak pemanasan global adalah meningkatnya suhu permukaan bumi sepanjang lima tahun mendatang yang mengakibatkan gunung es di Amerika Latin mencair.

Selanjutnya, kegagalan panen, hingga 2050 mengakibatkan 130 juta penduduk dunia, terutama di Asia, mengalami kelaparan. Pertanian gandum di Afrika juga akan mengalami nasib yang sama.

Strategi

Penyelamatan ozon dapat menjadi salah satu strategi dalam UNFCCC untuk mengurangi dampak buruk pemanasan global. Ini sekaligus menjadi simbol kebangkitan masyarakat sipil melawan pihak penguasa yang kurang arif memperlakukan lingkungan hidup guna mencapai perubahan radikal pada perilaku, sikap, dan persahabatan manusia terhadap lingkungannya.

Sejak 22 tahun lalu,di Konvensi Wina (1985) telah diakui kerusakan lapisan ozon adalah masalah lingkungan paling berbahaya yang berdampak global. Pada 1987, pengakuan kerusakan lapisan ozon ini ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian internasional The Montreal Protocol, yakni untuk penghapusan penggunaan zat perusak lapisan ozon (ODS) secara global, oleh 27 negara di Montreal, Kanada.

Saat ini, lebih dari 200 negara telah bergabung dalam Protokol Montreal. Indonesia telah ikut dalam protokol ini sejak 1992 dengan meratifikasi Wina Convention dan Montreal Protocol. Dengan demikian, Indonesia sepakat menghentikan pembuatan dan penggunaan bahan perusak ozon, yaitu CFC, aerosol, halon, dan metil bromida. Hal ini dilakukan atas dasar kesadaran, jika lapisan ozon bocor dan radiasi sinar UV sampai ke permukaan bumi,maka bisa menimbulkan penyakit kanker, menurunkan produksi pertanian, dan berdampak pada rantai makanan di laut.

Harapan kita, UNFCCC di Bali tidak sekadar bersifat seremonial, retorikatif, basa-basi dan sesaat. Sebaliknya, harus memberi dampak positif pada perubahan perilaku manusia, khususnya perilaku destruktif terhadap lapisan ozon, menjadi perilaku bersahabat dengan lingkungan. Bersahabat dengan lingkungan harus dimulai dari pertobatan manusia atas keserakahan atas sumber daya alam (SDA).

Patut dipahami pengurasan madu SDA secara sistematis akan menetaskan sejumlah masalah global yang tidak bisa diatasi dalam waktu singkat. Praktik-praktik bisnis yang tidak bersahabat dengan lingkungan telah menghancurkan kehidupan. Tanah, air, udara, dan laut telah beralih fungsi dari sistem-sistem yang mendukung kehidupan menjadi gudang limbah di tengah pesatnya perkembangan ekonomi pasar global.

Tidak ada cara lebih sopan untuk mengatakan bahwa praktik-praktik bisnis telah membuat bumi semakin panas. Upaya menyelamatkan lapisan ozon harus disadari sebagai tanggung jawab bersama untuk membangun sebuah kearifan ekologi (ecology wisdom) guna mencegah bencana lingkungan yang lebih dahsyat di masa datang. (*)

Dr Posman Sibuea
Dosen di Unika St Thomas SU Medan 

(M Budi Santosa)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement