SOLO - Pembangunan Astana Giribangun ternyata tidak sembarangan orang dapat membangun. Pembangunan tersebut hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan dengan trah Mangkunegaran.
Berdasarkan penelusuran, Siti Suhartinah atau bias dikenal dengan Ibu Tien masih keturanan Mangkunegaran III. Apalagi saat itu, Ibu Tien sendiri menjabat sebagai Ketua Yayasan Mangadeg Surakarta yang mengurusi makam-makam trah Mangkunegaran
Dalam istilah Jawa, canggah adalah keturunan keempat. Mulai dari putro (putra), cucu (putu), buyut, dan canggah. Menurut Karyawan Perpustakaan Rekso Pustoko Pura Mangkunegaran Ibu Darweni, dalam buku "Panduan Berziarah Astana Giribangun" yang diterbitkan Yayasan Mangadeg Surakarta tersebut, Ibu Tien Soeharto merupakan pendiri sekaligus Ketua Umum Yayasan Mangadeg Surakarta. Yayasan itu sendiri didirikan pada 28 Oktober 1969.
"Dulunya Astanan Giribangun dibuat untuk memberikan akomodasi makam bagi keluarga besar yayasan," katanya.
Disinggung soal silsilah Ibu Tien Soeharto di trah Mangkunegaran, Darweni mengaku tidak tahu. Hanya saja, Ibu Kustini mengatakan, setahu dirinya Ibu Tien adalah canggah dari Mangkunegara III.
Ibu Tien adalah putri kedua dari KPH Soemoharjomo. Putri pertama yakni Siti Hartini, Siti Hartinah (Ibu Tien), Ibnoetama, Siti Hartanti, Ibnoejatna, Wirdaja, dan Siti Hardjanti.
Disingung kenapa Ibu Tien bisa membangun makam di kawasan makam trah Mangkunegaran di Mangadeg, Kustini mengaku tidak tahu. Yang pasti untuk membangun pemakaman tersebut tidak sembarang orang.
Keinginan itu didukung faktor kekuasaan yang saat itu masih dipegang Soeharto sehingga pembangunan makam tidak menemui kendala. Hanya saja, lokasi makam harus dibawah Astana Mangadeg.
"Di Astana Mangadeg dimakamkan Mangkunegara I, II, dan III. Astana Girilayu dimakamkan Mangkunegara IV, V, VII, da VIII. Untuk Mangkunegara VI dimakamkan di Astana Oretara di Nayu, Nusukan, Solo," tambahnya.
(Kemas Irawan Nurrachman)
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari