 
                BANDUNG - Mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menilai wacana pembubaran Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) daerah, sebagai bukti ada yang salah dengan cara berpikir pengelola negara. Padahal, secara kelembagaan sudah benar ada Pengadilan Tipikor di daerah.
“Bagi saya semua institusi mau ada atau tidak ada harus dipikirkan baik-baik, jangan main bubarkan saja,” kata Bagir, usai menghadiri Sidang Senat Akademik di Universitas Islam Bandung (Unisba), Selasa (15/11/2011).
Sebelum muncul wacana pembubaran, sebaiknya lembaga terkait mau memikirkan dan mempelajari dulu masalah di Pengadilan Tipikor. “Pelajari dulu jangan main bubar aja. Ini bukan soal sayang atau tidak, ini soal cara berpikir,” tegas Bagir yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pers.
Dia menyesalkan hanya karena kebetulan ada masalah di Pengadilan Tipikor lalu muncul niat ditidakadakan. Setelah bubar, lalu membentuk lagi lembaga baru. 
Jika hal itu dilakukan, kata Bagir, pertanda bahwa sistem manajemen di negeri ini tidak benar. “Ini menyangkut kepentingan publik, ini kepentingan orang banyak ya,” tegasnya.
Bagir mengakui, ketika muncul ide pembentukan Pengadilan Tipikor di daerah dirinya sudah mewanti-wanti supaya jangan tergesa-gesa dalam melakukan pembentukan terutama rekruitmen hakim Tipikor daerah. 
Sebab, Pengadilan Tipikor memerlukan jumlah hakim yang banyak sekaligus hakim yang benar-benar baik kinerja dan kredibilitasnya. “Hakim tipikor jangan hanya diisi oleh hakim yang berniat mencari pekerjaan saja,” sebutnya.
Sayangnya, Indonesia memiliki kebisaan praktek rekruitmen dengan cara membuka lamaran, lalu yang datang melamar itu diuji. 
Padahal ujian itu kan hanya momen saja yang kita tidak bisa membuktikan apakah hakim yang melamar itu baik atau tidak. “Dulu saat Pengadilan Tipikor dibentuk saya sudah ingatkan agar berhati-hati dalam sistem rekruitmen,” tuturnya.
Meskipun ada seleksi yang didasari Undang-undang, menurutnya, tidak terlalu berpengaruh banyak dalam menyaring untuk menghasilkan hakim yang baik. “Apalah arti seleksi jika hanya ujian berjam-jam atau berhari-hari saja,” ungkapnya. 
Bagir menegaskan, kesalahan pembentukan Pengadilan Tipikor adalah karena adanya unsur ketergesa-gesaan yang akhirnya menimbulkan masalah di Pengadilan Tipikor daerah seerti sekarang ini. Seharusnya, tambah dia, pelajari dulu semuanya mulai dari cara mengisi hakim Tipikor hingga cara kerjanya.
“Karena dari awal terburu-buru. Saya dari dulu katakan jangan terburu-buru. Misalnya cari hakim tipikor untuk di luar Jawa jauh sekali akan susah sekali cari orang yang benar-benar,” paparnya.
(Amril Amarullah)