Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Tak Dapat Tunjangan, Panitera Pengadilan Tipikor Malas Bekerja

Iman Herdiana , Jurnalis-Sabtu, 12 November 2011 |00:35 WIB
Tak Dapat Tunjangan, Panitera Pengadilan Tipikor Malas Bekerja
Ilustrasi
A
A
A

BANDUNG - Pemerintah dinilai kurang memerhatikan tenaga operasional para pendukung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Padahal, publik sangat menuntut profesionalisme Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
 
Buktinnya, para pegawai pengadilan negeri yang dilibatkan membantu Pengadilan Tipikor tidak memiliki tunjangan yang jelas. Juru bicara Pengadilan Tipikor lewat Plt Panitera Muda Tipikor Bandung Susilo Nandang Bagio menyatakan, sejak Pengadilan Tipikor beroperasi pada Januari 2011, pemerintah belum memberi tunjangan kepada para panitera pengganti.
 
“Akibatnya, banyak panitera yang malas-malasan untuk dalam mengurus administrasi seperti mempersiapkan berkas-berkas persidangan. Mereka beralasan, risiko pekerjaannya sangat berat tetapi enggak dibayar," ungkap Susilo di Bandung, Jawa Barat, Jumat (11/11/2011).
 
Meski begitu, banyak juga panitera yang tetap bekerja membantu hakim ad hoc Tipikor dan hakim karir. Terlebih, tugas tersebut sudah diamanatkan undang-undang. Sehingga dari 93 kasus korupsi yang dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Bandung, sebanyak 46 kasus sudah diputus, empat di antaranya vonis bebas.
 
Menurutnya, panitera pengganti di Pengadilan Tipikor Bandung diambil dari panitera Pengadilan Negeri Bandung. “Mereka bekerja secara bergiliran. Padahal pengadilan negeri kekurangan panitera. Jumlahnya 42 orang, mereka juga kerja di tiga peradilan, yaitu pengadilan umum, Pengadilan Hubungan Industrial dan Pengadilan Tipikor," paparnya.
 
Untuk menyiasatinya, kata Susilo, sebanyak 42 panitera itu dibagi menjadi tiga bagian. Tiap enam bulan sekali mereka bertugas di tiga jenis pengadilan tersebut. Artinya, setelah mengikuti sidang umum, para panitera harus mendampingi sidang di PHI, lalu digilir ke Pengadilan Tipikor.
 
Pada periode pertama yakni Januari-Juni 2011, sebanyak 15 panitera diperbantukan di Pengadilan Tipikor. Saat ini giliran panitera lainnya mendampingi sidang di Tipikor sejak Juli 2011.
 
Selama itu, kata Susilo, pemerintah hanya berjanji akan memberikan tunjangan. "Padahal kerja mereka berat, sedangkan hakim Tipikor bisa dapat Rp11 Juta sebulan," ungkapnya.
 
Selain tidak ada tunjangan, para panitera pengganti juga kesulitan biaya alat tulis kantor dan surat menyurat hingga ongkos fotokopi. “Itu hampir tidak ada," ucap pria yang sudah mengemban tugas sebagai Plt Panitera Muda Tipikor Bandung sejak awal berdirinya Pengadilan Tipikor Bandung.
 
“Atas kebijaksanaan Ketua Pengadilan Negeri Bandung fotokopi akhirnya diambil dari uang operasional pidana umum," ujarnya.
 
Susilo menuturkan, ketika dirinya dan Ketua Pengadilan Negeri Bandung Joko Siswanto dipanggil Mahkamah Agung terkait putusan bebas, pihaknya kesulitan memperbanyak berkas yang jumlahnya sangat banyak. "Waktu itu enggak ada uang untuk memperbanyak, terpaksa kita ambilkan dari pidana umum," tuturnya.
 
Para Pengadilan Tipikor juga tidak memiliki gedung dan ruang sidang sendiri. Sementara alat kelengkapan kerja seperti komputer dan meubel juga masih menggunakan fasilitan PN Bandung.
 
Sedangkan anggaran pengadaan untuk perlengkapan kantor Rp500 juta yang dijanjikan pemerintah selama ini belum juga cair dari Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) karena terganjal prosedur.
 
"Seharusnya ini segera jadi perhatian negara sebab bisa menjadi motivasi bagi penegakan hukum Tipikor. Apalagi ini amanat undang-undang,” pungkasnya.

(Insaf Albert Tarigan)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement