Sindonews.com - Baru sehari dibuka, aksi pengumpulan sandal jepit untuk AAL, seorang bocah yang didakwa mencuri sandal jepit milik anggota polisi di Palu, Sulawesi Tengah, diserbu masyarakat yang dengan suka rela memberikan sandal miliknya.
"Harga sandal jepit itu berapa? Tidak sebanding dengan trauma persidangan yang akan dialami bocah. Melalui aksi ini, kita menggugah hati masyarakat untuk melihat fakta bila kasus-kasus semacam ini masih banyak dijumpai di Indonesia," kata Koordinator Yayasan Sahabat Kapas, Dian di Solo, Jumat (30/12/2011).
Selain itu Yayasan Sahabat Kapas di Klodran, Colomadu, juga menyebar Dropbox di beberapa titik di Kota Solo. Namun tidak menutup kemungkinan juga dibuka di beberapa Daerah di Wilayah Surakarta.
Menurut Dian, pihaknya dan rekan-rekan tidak memasang target berapa sandal jepit yang bisa dikumpulkan dalam aksi yang akan dilakukan selama dua hari ini. Bagi Dian, 10 ribu sandal jepit yang nantinya akan diserahkan langsung kepada Kapolri untuk menggantikan sandal yang dicuri AAL ini hanya sebagai simbol. Yang paling utama, tidak ada lagi penindasan dan diskriminasi hukum untuk anak-anak.
"Penegak hukum seharusnya punya rasa sensitif terhadap anak. Kapolri sebenarnya sudah membuat aturan sendiri dalam menangani kasus anak. Tapi kenapa anggota yang di bawahnya tidak menaati aturan tersebut," jelasnya.
Dalam catatan Yayasan Sahabat Kapas, sedikitnya 50 kasus pada anak terjadi dalam kurun waktu 2011 ini di Solo. Dian berharap, gerakan yang bermula dari keprihatinan terhadap penderitaan AAL ini setidaknya dapat mengurangi kesedihan AAL.
AAL (15), siswa SMK Negeri 3 Kota Palu, 20 Desember lalu, diadili di Pengadilan Negeri Palu. Siswa SMK kelas I itu didakwa atas tuduhan mencuri sandal jepit butut milik Brigadir Polisi Satu (Briptu) Ahmad Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah. Jaksa mendakwa siswa SMK itu dengan Pasal 362 KUHP, dengan ancaman hukuman sekitar lima tahun.
Sidang perdana dengan pembacaan dakwaan dan pemeriksaan saksi-saksi dipimpin hakim tunggal Rommel F Tampubolon, dengan jaksa penuntut umum Naseh. Ada setidaknya 10 pengacara yang mendampingi AAL dalam kasus ini.
Dalam sidang yang berlangsung tertutup, AAL tidak mengakui perbuatannya. Adapun Rusdi tetap bersikukuh bahwa sandal merek Ando berwarna putih itu adalah miliknya kendati saat diminta hakim untuk mencoba tampak kekecilan.
Kasus pencurian sandal jepit itu terjadi setahun lalu. Pada November 2010, AAL dan dua temannya pulang dari sekolah. Saat itu ia masih duduk di bangku kelas III SMP. Mereka lewat di Jalan Zebra, di depan rumah indekos yang salah satunya ditempati Rusdi. Saat itu, AAL menemukan sandal merek Ando warna putih dan membawanya pulang.
Pada Mei 2011 sekitar pukul 15.00 Wita, saat AAL dan temannya pulang sekolah, Rusdi yang berada di depan rumah indekosnya bertanya kepada ketiganya soal sandal yang hilang.
Saat itu, Rusdi menyatakan kehilangan sandal merek Eiger dan juga mengatakan sudah tiga kali kehilangan sandal. AAL dan temannya mengaku tidak mengambil sandal tersebut.
(Dadan Muhammad Ramdan)