BLITAR - Selain camera face, Bung Karno (BK) memang selalu berpenampilan gagah perkasa. Bahkan, bahasa ragawi putra sang fajar ini nyaris selalu menarik mata.
Dalam kondisi tersenyum, tertawa, diam, maupun memperlihatkan tatapan murka, BK selalu menjadi perhatian juru kamera. Tidak heran, ketika dilukis di atas kain kanvas selebar 22 meter dan tinggi 10 meter, Koesno Sosrodihardjo (nama kecil BK) terlihat semakin perkasa.
Baju Ganefo lengkap dengan aksesoris tanda bintang kenegaraan pada kerah kiri. Sebelah tangan menggenggam tongkat komando berkepala garuda, dan tangan yang lain terkepal melawan. Ya. BK memang selalu melawan. Masa kepemimpinan Presiden Pertama RI ini adalah masa revolusi yang tidak mengenal tepi. Untuk melengkapi kesan gagah perkasa, pada bagian bawah terlukis celana panjang dengan warna senada.
Kedua kaki alumni jurusan tekhnik sipil ITB 1926 tersebut terlindungi sepatu pantofel bertali dengan desain sedikit lancip. Sepasang sepatu kulit itu membuat penampilan putra pasangan R Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai semakin tampak berwibawa. Sebuah pemandangan menarik. Pemandangan yang selalu mencuri perhatian setiap wisatawan yang hendak berkunjung ke Istana Gebang di Dusun Gebang, Kelurahan/Kecamatan Sananwetan Kota Blitar.
Setiap turun dari becak wisata makam BK, orang-orang dengan logat luar daerah itu selalu mendongakkan kepala sembari berdecak kagum. Maklumlah, letak lukisan berukuran raksasa itu begitu mencolok. Persis di depan rumah peninggalan mendiang Soekarmini atau akrab dipanggil Ibu Wardojo. Beberapa ibu paruh baya bergantian mengabadikan diri di depan lukisan Bung Karno.
Begitu juga dengan sejumlah orang tua mendorong anak-anaknya untuk berfoto ria di sana. Yang selalu sama, setiap kamera hendak dijepret, selalu terlontar pesan lukisan BK bisa terlihat utuh di belakangnya. “Bung Karnonya kelihatan semua ya. Dari kaki sampai kepala,” tutur salah seorang pengunjung dengan logat Jakarta. Lukisan BK ini memang berukuran luar biasa.
Karya seni ini pertama kalinya dibuat dan dipajang dalam peringatan Hari Lahir BK yang jatuh setiap 6 Juni. Selama 14 hari, tepatnya mulai 20 Mei 2012 dan berakhir 3 Juni 2012, Soni Yuliono (38), warga setempat, mengerjakanya seorang diri. “Saya kerjakan di ruang seni Istana Gebang. Saya kerjakan seorang diri. Teman-teman yang lain membantu menyiapkan perlengkapanya,” tuturnya. Soni memulai dari bagian teratas, yakni peci dan kepala.
Peci BK tidak bertengger lurus ke muka, tapi terlihat sedikit miring ke kiri. Sedangkan posisi wajah BK justru menghadap lurus ke depan. Posisi wajah ini, menurut Soni adalah posisi baru. Sebab di semua koleksi foto dan lukisan BK tidak ada yang memperlihatkan BK dengan wajah lurus ke muka.
“Biasanya BK selalu terlihat pada sisi kirinya. Jadi ini benar-benar lukisan dengan pose terbaru. Bagi saya BK sedang melihat kita semua. Tidak pada satu sudut, kiri atau kanan. Dan melukis wajah BK ini yang tersulit. Sebab semua orang tahu bagaimana rupa BK,” terangnya.
Begitu juga dengan celana BK. Soni sengaja membuat celana warna abu-abu itu terlihat lebih panjang. Bagian bawah kain lebih banyak menyentuh permukaan sepatu. Alasannya hanyalah estetika semata. Lebih sedap dipandang mata. “Kalau aslinya celana yang dipakai BK lebih pendek. Setidaknya sedikit di atas mata kaki,” paparnya.
Sebagai warna dasar kanvas, Soni menghabiskan sebanyak 50 kilogram plamir warna hitam. Perupa dengan spesialisasi lukisan diri ini menggunakan komposisi lima warna secara keseluruhan. Untuk setiap warna ia menghabiskan 10 kilogram cat tembok. “Total catnya juga 50 kilogram. Saya sengaja menggunakan cat tembok agar lebih awet. Sebab lukisan akbar ini dibuat untuk dipajang di luar ruangan, “terangnya.
Nyaris pengerjaan lukisan nyaris tiada henti. Bapak satu anak ini memulai kerjanya setiap jam 8 pagi dan mengakhiri kegiatannya setiap pukul 01. 00 dini hari. Untuk semua ini, Soni yang mengatasnamakan warga Gebang Kidul menghabiskan anggaran sebesar Rp47 juta. Separuh dana diperoleh dari swadaya masyarakat dan separuh sisanya berasal dari pinjam meminjam. “Itu terhitung semua. Tidak hanya lukisannya saja tapi seluruh perangkat pendukungnya,” jelasnya.
Lukisan ini rencananya dipajang hingga akhir bulan Juni yang dikenal masyarakat Blitar sebagai Bulan Bung Karno. Sebab, selain hari lahir Pancasila 1 Juni dan hari lahir BK 6 Juni, pada Juni juga ada Haul BK yang jatuh setiap 20 Juni. Setelah itu lukisan akbar tersebut akan diinventariskan di Istana Gebang.
“Tidak ada niat apapun dari pembuatan lukisan ini selain ingin meramaikan hari lahir BK. Pada 2010 lalu kami warga Gebang juga pernah membuat patung BK. Kami hanya merasa prihatin animo masyarakat yang terus menurun sejak 4 tahun terakhir ini,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan Islan Gatut Imbata selaku Ketua Panitia Acara peringatan hari lahir BK. Mantan anggota DPRD Propinsi Jawa Timur itu mengakui peringatan bulan BK mulai ditinggalkan. Penetrasi budaya asing membuat generasi muda lebih memahami hal-hal yang berbau western daripada riwayat perjuangan BK.
“Karenanya dengan acara seperti ini kita mencoba mengingat sekaligus meneladani perjuangan founding father kita ini. Jangan pernah melupakan sejarah, begitu pesan BK yang terus menancap di dalam ingatan kita,” ujarnya.
Acara peringatan hari lahir BK akan diramaikan dengan pagelaran wayang kulit di depan Istana Gebang.
(Muhammad Saifullah )