JAKARTA - Ketua DPR Marzuki Alie beberapa kali dikritik lantaran menyampaikan pernyataan kontorversial. Aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Usman Hamid bahkan menyebut Marzuki bukan seorang negarawan.
Usman menyitir pernyataan yang baru-baru ini disampaikan Marzuki dalam forum silaturahmi dengan Fatayat NU DKI di Hotel Twin Plaza, Jakarta. di dalam pertemuan itu, Marzuki menyebut agar umat Islam memilih pemimpin yang muslim, bukan kafir. Menurut Usman, hal itu mengesankan, dari dua pasang kandidat yang akan bertarung dalam Pemilukada DKI Jakarta ada yang kafir.
"Tidak mungkin kan pasangan yang ketiga, orang cuma ada dua pasang. Berarti hanya satu di antara empat orang itu yang kafir. Berarti yang kafir itu sudah diloloskan oleh putaran pertama melalui KPU DKI. Ini bagaimana?" sesal Usman dalam diskusi Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, di Dapur Selera, Tebet, Jakarta, Selasa (4/9/2012).
Dengan perkataan itu, kata dia, secara tidak langsung negara juga sudah kafir dengan sistem politiknya yang juga kafir. Tidak hanya itu, DPR juga dalam hal ini sudah menciptakan KPU DKI, Panwaslu DKI, dan Undang-Undang dengan sistem yang tidak benar.
"Jadi jangan asbun. Bikin pernyataan yang bertanggung jawablah sebagai Ketua DPR yang seorang negarawan. Kalau dia tidak mampu jadi negarawan, memimpin parlemen Indonesia dari 240 juta rakyat Indonesia mudurlah. Sudah berkali-kali dia ngomong," terangnya.
Kata Usman, ada beberapa pernyataan Marzuki yang dianggap tidak tepat. Pertama soal musibah di Mentawai yang menyalahkan penduduk yang tinggal di pantai. Selain itu soal TKW yang dikatakan tidak bisa membedakan cairan setrika sehingga setrika nempel di tubuh TKW.
"Ini bagaimana, bukannya membela rakyat malah mencari alasan. Saya enggak ngerti jalan pikirannya," tegasnya. Menurut dia, Indonesia telah kehilangan sosok-sosok negarawan seperti Abdurahman Wahid alias Gusdur, Nurcholis Majid dan Munir.
"Kita memang masih punya sosok raja, yakni Sri Sultan Hamenkubuwono X. Tapi diranah politik hampir kosong. Sekarang ini bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin seperti Gus Dur yang tanpa melihat konstitusi dan UU pun berani membantu warga tanpa pusing dengan urusan fatwa dan aliran apapun. Dia pun berani membela kaum minoritas meskipun tidak memiliki kepentingan untuknya," simpulnya.
(Dede Suryana)