Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Manfaat Program Spesialisasi Kedokteran Penerbangan

Margaret Puspitarini , Jurnalis-Kamis, 06 September 2012 |17:02 WIB
Manfaat Program Spesialisasi Kedokteran Penerbangan
Ilustrasi : Corbis
A
A
A

JAKARTA - Rangkaian peristiwa kecelakaan pesawat terbang acap kali mencoreng kredibilitas berbagai maskapai penerbangan Indonesia. Sebab, masyarakat kembali mempertanyakan kualitas para penerbang Tanah Air. Munculnya Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran (SpKP) yang diusung Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI), TNI AU, dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diharapkan dapat menjadi solusi untuk menekan peristiwa tersebut.

Menurut Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penerbangan Indonesia (Perdospi) 2012-2015 Soemardoko Tjiptowidigdo, program spesialiasi ini sangat bermanfaat dalam menjaga kualitas keamanan penerbangan di Indonesia. Terutama, ketika jasa transportasi penerbangan menjadi salah satu moda transportasi utama.

"Di AS, para penerbang maupun krunya diwajibkan untuk memiliki pengetahuan yang diberikan pada SpKP. Namun, di Indonesia sekarang sifatnya hanya imbauan. Sertifikat aerofisiologi para pilot pun harus diperbarui tiap dua tahun karena jika tidak dia tidak dapat terbang," tukas Ketua Soemardoko selepas pengukuhan SpKP Baru dan SpKP(K) serta Pelantikan Pengurus Baru PP Perdospi periode 2012-2015, Kamis (6/9/2012).

Selain itu, keberadaan SpKP dapat memperpendek waktu kerja yang terbuang ketika seorang penerbang mengalami sakit. "Misalnya ketika SpKP mendeteksi ada pilot yang terkena diabetes. Maka, pilot tersebut akan dirujuk ke spesialis penyakit dalam untuk mendapatkan pengobatan. Kemudian, akan diperiksa kembali oleh SpKP apakah pilot tersebut sudah dapat kembali terbang. Sehingga meminimalkan kerugian maskapai dengan memperpendek waktu kerja yang hilang," beber Soemardoko

Dia mengaku, untuk meluncurkan program spesialis SpKP dibutuhkan perjuangan yang panjang, yakni sekira 19 tahun. "Kami berjuang dari 1991. Saat itu ada penolakan dari disiplin ilmu yang lain, padahal tidak. Kita unitnya di teknik mesin, khususnya penerbangan. Dengan SpKP kita mempunyai kompetensi untuk melakukan intervensi medis," tandas Soemardoko.

Padahal, lanujutnya, program spesialiasasi ini memiliki tujuan meminimalisasi kecelakaan di angkasa akibat human factor. "Sekitar 80 persen penyebab kecelakaan di udara adalah human factor. Kemampuan orang itu tetap tapi teknologi berkembang cepat dan tidak bisa diikuti. Namun, kendali terhadap teknologi tersebut berada di tangan manusia," katanya.

Program SpKP harus ditempuh selama enam semester atau tiga tahun. Persyaratan utama adalah mahasiswa tersebut telah meraih gelar dokter. Selama perkuliahan mereka akan mempelajari empat aspek utama dan beberapa modul tambahan. Keempat aspek tersebut adalah atmosfer tempat kerja dan pengaruhnya, serta bagaimana mengatasinya; kemudian menyangkut keseimbangan dan gangguan keseimbangan yang mungkin dialami penerbang sehingga mengalami disorientasi; selanjutnya aspek percepatan, khususnya di kalangan militer yang kerap melakukan aerobotik; dan terakhir terkait self impulse, yakni seorang penerbang harus tahu keterbatasan yang mereka miliki.

(Margaret Puspitarini)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement