JAKARTA - Polda Metro Jaya tengah menyiapkan perangkat kebijakan jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) sebagai konsekuensi rencana pembatalan sistem ganjil genap. Lantas bagaimana tanggapan Pemprov DKI atas hal ini?
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku masih terus melakukan kajian terkait sistem pembatasan kendaraan pribadi ini.
"Tinggal kita lihat, kalau kajiannya cukup berarti akan melewati masa transisi yang namanya ganjil genap. Pak Gubernur bilang ngapain ganjil genap lha wong enggak dapat duit kok," kata Ahok di Balai Kota, Selasa (2/4/2013).
Ahok mengamini bahwa kebijakan jalan berbayar akan mampu mencegah kemacetan ibu kota. Namun, untuk mencapai sistem itu, dibutuhkan transisi yakni melalui sistem ganjil genap.
"Tetapi kalau ganjil genap kajiannya tidak sanggup sudah pakai tukar-tukar dan enggak efektif, berati tidak bisa dilakukan,” sambung dia. Selain itu, kata mantan Bupati Belitung Timur itu, ERP dari segi tender investasinya bisa lebih cepat dibanding kajian ganjil genap. “(Jadi) kenapa ganjil genap masih diproses," tutur Ahok.
Kata Ahok, penerapan genap-ganjil dapat batal apabila ERP dapat lebih cepat diterapkan. "Kalau ditanya ganjil-genap batal enggak? Ya enggak batal lah wong digodok menuju ERP. Tapi bisa batal enggak? ya bisa juga karena ERP lebih cepat. Kalau syaratnya terpenuhi. Gitu bos," tutupnya.
Sebelumnya, Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP Sambodo Purnomo mengatakan, saat ini pihaknya masing menunggu payung hukum berupa peraturan daerah (Perda) soal jalan berbayar ini. “Tanpa payung hukum tentunya belum bisa jalan karenanya kita inginkan perda terkait hal ini bisa segera dikeluarkan,” katanya.
Dia menegaskan, Perda ini sangat penting untuk lokasi penerapan kebijakan yang diklaim mampu mengurangi kemacetan hingga 40 persen ini. Dalam Perda akan dicantumkan lokasi, biaya yang harus dibayar, dan konsepnya. Meskipun konsepnya berbayar, kebijakan ini tentu akan sangat berbeda dengan jalan bebas hambatan.
(Dede Suryana)