MAKASSAR - Fidel Ramos belum kehabisan energi. Belum lama ini, mantan Presiden Filipina itu berkunjung ke Makassar untuk mengikuti Konferensi Internasional II Centrist Asia Pacific Democrats International (CAPDI).
Saat jamuan makan malam di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan hingga menghadiri jumpa pers dengan awak media di Alamanda Room Aryaduta Hotel Makassar, Fidel tak henti menebar pesona. Penglihatannya masih awas, pendengarannya pun tetap tajam.
Usia 85 tahun sama sekali tidak terlihat dari gerak-geriknya. Lelaki kelahiran 18 Maret 1928 itu begitu tangkas dan gesit. Baik ketika menyeduh kopi sendiri, bercanda dengan wartawan, sampai menyedot cerutu di tengah sidang pleno!
Di sela kesibukannya dalam Konferensi Internasional II CAPDI, Okezone mengambil beberapa kali kesempatan buat mengajak Fidel Ramos (FR) berbicara tentang berbagai isu kawasan seperti soal lingkungan, perubahan iklim, dan perdamaian dunia. Berikut, petikan perbincangan Okezone dengan Fidel Ramos:
Bagaimana pandangan Anda mengenai Konferensi Internasional II CAPDI di Makassar, kali ini?
Anda tahu saya salah seorang pelopor CAPDI. Sekarang jabatan resmi saya dalam organisasi ini adalah Chairman Emeritus. Emeritus artinya "kakek" (grandfather)... Oh bukan, "bapak pendiri" (founding father).
Kita harus saling menolong untuk menjadikan CAPDI sebagai alat yang penting dalam membantu sengketa teritorial yang terjadi di kawasan Asia-Pasifik. Dan juga untuk memimpin sebuah upaya bersama demi menanggulangi laju kerusakan lingkungan.
Karena kebijakan lingkungan sekarang, terutama bisa menimbulkan pemanasan global, akan mempengaruhi perubahan iklim yang sangat serius, khususnya di negara saya Filipina.
Kasus lingkungan apa yang Anda lihat telah terjadi di negara Anda?
Memang belum banyak, tapi saya harap cuaca tidak akan menjadi terlalu panas. Tapi, dalam kasus kami, terlalu banyak gunung berapi, terlalu banyak angin topan.
Jadi, berarti poin utamanya, Anda berharap konferensi CAPDI kali ini lebih menekankan kualitas pemberdayaan manusia?
Ya, perlindungan atas lingkungan, konservasi serta permintaan rehabilitasi sebagai upaya dari seluruh dunia. Tapi enam hari di Pasifik selalu berulang kembali, yang paling banyak diekspos adalah perubahan iklim dan pemanasan global.
Ini harus menjadi sebuah teori di Asia-Pasifik, terutama di Filipina dan Indonesia, untuk kita bekerja sama dan memimpin negara-negara lain guna secara kolektif setidaknya mengurangi dampak lingkungan. Sebab lingkungan merupakan berkat dari Tuhan, sehingga kita harus baik-baik mengurusnya.
Bersambung
(Fajar Nugraha)