Rolling Guru Penting Agar Siswa Tak Bosan

JAKARTA - Hingga saat ini, masih banyak anak usia sekolah di pelosok Indonesia yang belum merasakan pendidikan. Penyebabnya, fasilitas yang minim dan ketiadaan guru.

Ketidaknyamanan tinggal di daerah terpencil menjadi alasan utama mengapa guru-guru Indonesia tidak berminat mengajar di pelosok Tanah Air. Padahal, anak Indonesia di daerah tersebut memiliki hak yang sama dengan siswa Indonesia lainnya.

Menurut Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof. Bedjo Sujanto, persebaran guru di Indonesia memang tidak merata. Guru berlebih di wilayah perkotaan. Sementara di pedesaan, jumlah guru masih sangat kurang.

"Ketika kita ingin memeratakan persebaran ini dengan memindahkan guru di kota ke desa, banyak tantangan. Banyak guru kota yang tidak siap hidup di desa. Termasuk soal kesejahteraan," urai Bedjo, ketika berbincang dengan Okezone, belum lama ini.

Bedjo menilai, hal terpenting dalam urusan pemerataan guru di Indonesia adalah kesiapan pemerintah untuk memperhatikan kesejahteraan guru. Masalah ini lalu dicoba diselesaikan pemerintah melalui kebijakan tunjangan sertifikasi bagi guru-guru PNS maupun swasta yang tersertifikasi. Besar tunjangan sertifikasi ini adalah sama dengan gaji pokok sebulan.

"Saya pikir, kalau kesejahteraan guru sudah baik, mereka akan siap ditempatkan di mana saja," tambahnya.

Ke depan, ujar pemegang gelar Doktor Manajemen Pendidikan dari UNJ ini, pemerintah harus bisa memeratakan persebaran guru ini dengan rolling. Konsep rolling ini bisa berupa penugasan lima tahun di satu daerah, lalu lima tahun berikutnya di daerah lain.

"Rolling guru ini juga penting bagi anak didik sehingga perkembangan mereka lebih dinamis dan tidak menghadapi guru yang itu-itu saja," tuturnya.

Lalu daerah-daerah yang kekurangan guru diatasi dengan program Sarjana Mengajar  di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T). Program ini mengirim guru-guru yang baru lulus dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) ke daerah-daerah pelosok Tanah Air.

Selama setahun, para guru SM3T mengajar di daerah tersebut. Kemudian, dua minggu sebelum masa penugasan usai, mereka ditarik untuk diganti guru baru. Skema ini terus digilir sehingga kekurangan guru di daerah terpencil bisa teratasi.

"UNJ mengirim guru-guru di antaranya ke perbatasan Timor Timur, Sangirta Laud, perbatasan Filipina dan Nunukan," imbuh Bedjo.

Para guru SM3T ini juga mendapatkan gaji yang layak. Setelah masa tugas satu tahun usai, mereka mendapatkan sertifikat dan bisa mengajar di daerah mana pun yang mereka inginkan.

Mendidik calon pendidik tidaklah mudah. Perlu sistem pendidikan yang tepat agar para calon pencetak generasi muda bangsa menjadi manusia cerdas dan berkepribadian. Di tulisan berikutnya, Bedjo memaparkan pendidikan ideal yang menjadi cita-citanya.