JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menegaskan bahwa pemberian 'amplop' sebagai tanda terima kasih kepada penghulu yang melakukan pencatatan pernikahan di luar Kantor Urusan Agama (KUA) atau di luar jam kerja adalah gratifikasi.
"Praktek penerimaan honor tanda terima kasih, pengganti terima kasih, terkait pencatatan nikah atau sebagainya, adalah gratifikasi sebagaimana pasal 12 B UU 20/2001 dan UU 31/1999. Setiap gratifikasi itu harus dilaporkan sesuai UU yang berlaku, harus dilaporkan kepada KPK dan untuk memudahkan mungkin akan diatur mekanisme kemudian lewat Kemenag," kata Direktur Gratifikasi KPK Giri Supradiono, Rabu (18/12/2013)
Dia menjelaskan, kondisi gratifikasi penghulu ini disebabkan dari beberapa masalah. Seperti masalah anggaran operasional di KUA yang hanya Rp2juta per bulan. "Biaya ini digunakan untuk biaya rutin KUA, honor penjaga kantor, honor petugas kebersihan, dan lain-lain yang kurang lebih Rp100 ribu per bulan, maka dipandang biaya tersebut yang tidak bisa menutupi biaya transportasi pencatat nikah," jelasnya.
Lalu soal kendaraan transportasi dinas yang belum ada. "Termasuk sepeda motor, itu tidak dibarengi dengan biaya perawatan. Pada dasarnya, tidak ada fasilitas untuk penghulu mendatangi calon pengantin," ujarnya.
Karena itu, kata dia, solusinya adalah membebankan Anggaran Pembelanjaan Belanja Negara (APBN) dan mengubah aturan pemerintah no 47/ 2004 beserta aturan yang terkait paling lambat akhir bulan Januari 2014.
“Serta, menunggu terbitnya peraturan pemerintah yang baru, Kemenag akan keluarkan surat edaran tentang pelaksanaan pelayanan pencatatan nikah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,” tandasnya.
Laporkan dalam 30 Hari
Pada kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kementerian Agama Muhammad Yasin menjelaskan, tidak ada batasan terkecil dalam pemberian gratifikasi untuk penghulu ini. Hanya saja, para penghulu harus melapor jika menerima 'amplop' dari pengantin atau keluarga pengantin setelah melakukan pencatatan nikah.
Para penghulu yang mendapatkan 'ucapan terimakasih' harus melapor kepada KPK paling lambat 30 hari. Nantinya, itu juga akan dianalisis untuk KPK apakah termasuk gratifikasi atau bukan.
"Batasan minimal gratiifkasi sesuai pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tipikor tidak disebutkan batas terkecil. Setiap penerimaan oleh penyelenggara negara atau pegawai negeri dianggap suap jika berkaitan dengan jabatannya," kata Yasin.
Untuk mengatasi problem yang terjadi di daerah, Yasin menyebut, kementeriannya akan membentuk unit pengendalian gratifikasi. Pembentukan unit itu segera dilakukan supaya unit bisa bekerja pada akhir Januari 2014. "Bisa saja dikumpulkan (laporannya) tidak orang per orang, tapi pengendali gratifikasi bisa saja melaporkan ke KPK setelah akumulasikan," jelasnya.
Untuk diketahui, gratifikasi penghulu ini mulai mencuat setelah Kepala KUA Kediri diduga menerima gratifikasi setelah menikahkan pasangan di luar balai KUA dan di luar jam kerja. Kejaksaan pun menerapkan pasal gratifikasi untuk kasus tersebut dan saat ini tengah berproses di pengadilan. Adanya peristiwa ini juga memicu aksi mogok para penghulu se-Jawa Timur untuk melakukan pencatatan pernikahan di luar balai KUA dan di luar jam kerja.
(Stefanus Yugo Hindarto)