DEPOK - Pengamat Sosial dan Budaya Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menanggapi kasus bunuh diri yang dilakukan mahasiswa Universitas Nasional (Unas), Muhamad Ferdy Pradipta. Ferdy terjun bebas dari lantai lima gedung ITC Depok.
Menurut Devie, di negara maju bunuh diri sudah menjadi solusi hidup dalam mengatasi permasalahan kehidupan. Umumnya mereka yang bunuh diri lahir pada tahun 1980- 1997.
"Saat ini di Amerika Serikat sudah menjadi bencana. Di Indonesia bencana itu akan terjadi lima sampai 10 tahun ke depan," katanya di Kampus UI, Selasa (04/03/2014).
Menurut Devie, Ferdy yang lahir antara tahun 1980-1997 merupakan generasi yang dimanjakan oleh orangtuanya. Akibatnya orangtua menjadi over protektif dan orangtua pun menjadi tak rasional. Contohnya orangtua memperbolehkan anaknya mengendarai motor ke sekolah. Padahal usia anaknya belum diperbolehkan mengendarai motor.
"Dahulunya orangtua anak-anak itu mengalami masa yang sulit. Mereka pun tak ingin anaknya merasakan. Dampaknya mereka pun over protektif terhadap anaknya. Hal itu membuat anaknya sulit mandiri," jelasnya.
Orangtua pun memberikan gadget secara berlebihan kepada anaknya. Umumnya gadget tersebut dipergunakan anak untuk bermain game dan berselancar di jejaring sosial. Bahkan ada orangtua yang meracuni anaknya dengan membuatkan akun jejaring sosial. Dengan alasan agar melek teknologi.
"Ini menyebabkan mental anak tak sebaja mental orangtuanya. Anak pun mudah patah semangat walaupun masalah yang dihadapinya tak berat. Kalau kalah main game tinggal diulangi lagi. Ada juga yang mematikan game atau ganti game lainnya. Seharusnya anak yang belum saatnya menggunakan handphone jangan dibelikan," paparnya.
Dikatakan Devie, akan meledaknya generasi muda tak mandiri itu disebabkan orangtua membuat anaknya tergantung kepada orangtuanya. Dampaknya membuat anak pun mudah galau atau labil.
"Masalah putus cinta saja direspon anak zaman sekarang ibaratkan dunia mau kiamat. Mereka pun akhirnya bunuh diri," paparnya.
(Muhammad Saifullah )