JAKARTA - Pengamat anggaran, Uchok Sky Khadafi, mencatat penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden 2014 bermasalah. Selain permasalahan tahapan, dia menilai pengelolaan anggaran oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terindikasi korupsi.
“Semuanya buruk. Eksekusi anggaran, tahapan pemilunya, DPT tidak jelas, banyak money politic. Ini tahun yang memprihatinkan, pemilu memprihatinkan,” ujar Koordinator Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) itu saat dihubungi, Senin (18/8/2014).
Uchok mengungkapkan, banyak alokasi anggaran yang patut dipertanyakan, misalnya terkait teknologi informasi (TI) yang lebih dari Rp17 miliar. Padahal, pada 2013 pemerintah sudah mengucurkan dana Rp14,6 miliar. Selain itu, KPU mendapat hibah dari The International Foundation for Electoral System (IFES) berupa perangkat hardware dan software untuk pengelolaan data.
“Dengan dana sebesar itu, seharusnya sistem teknologi informasi KPU punya pertahanan dari hacker. Ternyata, anggaran besar tapi sistem yang dibangun lemah sehingga memungkinkan untuk memanipulasi data,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), seorang saksi ahli yakni Iwan Sumantri mengungkapkan pendapat serupa. Dia menilai sistem TI KPU rawan kecurangan.
“BPK harus segera melakukan audit investigasi terhadap kinerja keuangan KPU,” tegas Uchok.
Selain sistem TI, Uchok menyoroti anggaran perjalanan dinas anggota KPU sebesar Rp23,2 miliar. Menurutnya, penggunaan anggaran itu tidak jelas. “Untuk apa anggarannya? Pembentukan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara misalnya, sudah ada anggarannya sendiri. Untuk itu harus diselidiki,” ungkapnya.
Bukan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Uchok mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan dengan melakukan penyidikan.
“Ada dugaan korupsi, makanya BPK perlu mengaudit, paralel dengan KPK yang melakukan penyidikan. Panggil semua komisionernya,” tuturnya. (Raka Mahesa)
(Susi Fatimah)