YANGON – Tentara Myanmar membebaskan 109 anak-anak dari pelatihan militer. Namun, Myanmar masih suka merekrut anak-anak dari keluarga miskin menjadi tentara.
Myanmar memang menjadi salah satu negara yang paling banyak merekrut anak-anak untuk dilatih menjadi tentara. Baik dari pihak pasukan pemerintah dan juga pemberontak.
Wajib militer sudah menguasai negara ini selama 49 tahun dan mendapatkan kutukan dari internasional, karena kerap melanggar hak asasi manusia termasuk menggunakan anak-anak sebagai tentara.
Bertrand Bainvel, Pemimpin Dana Anak-Anak PBB di Myanmar, pihak militer ingin memprofesionalkan jajarannya dan kehadiran tentara anak-anak dapat menghalangi kerjasama militer dengan negara-negara yang bisa memberikan bantuan.
Sejak reformasi, masyarakat sipil sudah mengambil alih pemerintahan pada 2011. Mereka sudah bekerja dengan PBB untuk mengeluarkan anak-anak Myanmar dari militer. Dia telah melayani 472 kasus sejak Juni.
“Ada komitmen yang diungkapkan Tatmadaw untuk menghapus latihan ini dari jajarannya,” demikian kata Bainfel, mengacu pada militer dengan nama tradisionalnya, sebagaimana dilaporkan Reuters, Kamis (25/9/2014).
Bainfel melanjutkan, perekrutan untuk menjadi militer memang mengalami penurunan dan kebanyakan anak-anak yang direkrut berasal dari keluarga miskin. Mereka mencari uang di mana pihak militer dapat menyediakannya.
Biasanya, anak-anak yang direkrut datang dari dua kota terbesar di Myanmar, Yangon dan Mandalay. Ironisnya, perekrutan difasilitasi oleh warga sipil yang menjadi broker. Ini membuat kesulitan untuk mengetahui berapa jumlah anak yang masih ada di militer.
“Ini menjadi sebuah pertanyaan yang besar dan sangat sulit untuk mengungkapkannya,” tambahnya. (hmr)
(Rani Hardjanti)