"Jelas ada (intervensi Hendropriyono), ini sangat eksplisit sekali, pembebasan Polly seakan menjadi mesin perputaran politik dibawah pemerintahan Jokowi-JK," ungkap Koordinator Kontras, Haris Azhar kepada Okezone, Minggu, (30/11/2014).
Haris menduga, semua ini telah terancang sedemikian rupa sehingga pembebasan satu-satunya terpidana dalam kasus Munir itu dapat dengan mudah melenggang bebas.
"Pasti ada intervensi pihak-pihak yang berkuasa, pembebasan bersyarat bagi Polly tidak hanya menciderai keadilan bagi korban dan sahabat Munir, namun juga merusak rasa keadilan publik dan demokratisasi di Indonesia," tuturnya.
Lebih lanjut Haris mengungkapkan, pembebasan bersyarat ini menjadi ajang pembuktian ketidakmampuan Jokowi merealisasikan komitmennya pada penuntasan kasus HAM di Indonesia.
"Pembebasan Polly ini seolah mencerminkan Jokowi gagal mengkonsolidasi aparaturnya untuk konsisten dan komitmennya terhadap HAM, Ini pertanda buruk dan awal kegagalan Jokowi tangani HAM," tegasnya.
Dia juga menghimbau, kepada petinggi negara yang lantang 'menjual' HAM sebagai alat politik, Jokowi harus bisa membuka kembali kasus Munir bukan malah memberikan pembebasan bersyarat pada Polly. Namun, dia membenarkan, adalah hak setiap narapidana untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat, akan tetapi tidak untuk kejahatan serius seperti Kasus Munir ini.
"Sudah dari awal tersangkanya hanya satu, tidak dilakukan pembongkaran pihak-pihak lain, hukumannya pun saya kira tidak sepadan dan tidak komit, yang awal mulanya seumur hidup, dipangkas menjadi 14 tahun dan sekarang 8 tahun saja sudah bebas, dari sini saja penanganan kasus munir ini sudah tidak rasional,"pungkasnya. (fmi)
(Dede Suryana)