YOGYAKARTA - Terpidana Mati Mary Jane Fiesta Veloso, yang sekarang ditahan di Lapas kelas II A Wirogunan, Yogyakarta, belum bisa dieksekusi meski grasinya ditolak oleh Presiden Joko Widodo. Sebab, dirinya masih mengajukan upaya peninjauan Kembali (PK).
Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Tri Subardiman mengatakan, upaya hukum Marry Jane tergolong berbeda dengan terdakwa lainnya. Sebab, setelah putusan kasasi Mahkamah Agung, Mary Jane tidak segera menempuh upaya PK, tetapi langsung mengajukan grasi ke Presiden.
Diakuinya, pihaknya sudah menerima putusan Presiden (Keppres) Nomor 31/G 2014 berisi penolakan grasi pada Januari 2015 lalu. "Bisa disebut potong kompas, dan ini yang menjadi persoalan kami," kata Tri saat dihubungi wartawan, Kamis (19/2/2015).
Tri mengatakan, pihaknya siap mengeksekusi, asalkan seluruh upaya hukum yang menjadi hak-hak terpidana telah terpenuhi, salah satunya adalah PK. upaya PK merupakan hak setiap terpidana.
Oleh sebab itu, dirinya mengaku masih menunggu hasil PK apakah nantinya tetap divonis mati atau tidak. Nantinya jika PK tetap memvonis wanita cantik asal Filipina ini, maka mekanismenya berada di bawah kewenangan Kejaksaan Negri Sleman.
"Kejaksaan sewaktu-waktu siap mengeksekusi, untuk timnya nanti pasti dibentuk. Tapi sebenarnya prosesnya masih panjang, masih menunggu hasil PK. Lokasi eksekusi bisa di DIY atau di Nusakambangan tergantung tim," tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Lapas II A Wirogunan, Yogyakarta, Zaenal Arifin, mengaku belum mengetahui kapan Warga Filipina Merry Jene yang menjadi terpidana mati kasus narkotika akan dieksekusi.
Merry Jane ditangkap di Bandara Adi Stjipto Yogyakarta pada 24 April 2010 lalu. Dia sebagai kurir narkoba jenis Heroin. Merry membawa 2,622 Kg heroin. Wanita cantik ini dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Negri Sleman karena terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika.
(Muhammad Saifullah )