Mereka menciduk sejumlah figur Kabinet 100 Menteri yang diduga terlibat G30S, di mana salah satunya Wakil Perdana Menteri I, Soebandrio. Situasi itu dijadikan laporan kepada Soeharto yang kala itu juga berpangkat Mayor Jenderal untuk “bertindak”.
Soeharto kemudian mengutus tiga perwira tinggi AD ke Istana Bogor untuk menemui Presiden Soekarno - mereka adalah Brigjen TNI M Jusuf, Brigjen TNI Amir Machmud dan Brigjen TNI Basuki Rahmat.
Tapi fakta itu sempat dibantah salah satu ajudan pribadi Bung Karno. Lewat terbitnya buku “Mereka Menodong Bung Karno” pada 2008, (mendiang) Soekardjo Wilardjito yang turut jadi saksi kedatangan para jenderal itu, menuliskan bahwasannya ada empat perwira, bukan tiga seperti yang selama ini ada di berbagai buku pelajaran sekolah.
Selain ketiga nama di atas, satu nama lain juga dikatakannya turut hadir, yakni Mayjen TNI Maraden Panggabean. Melalui kesaksian Wilardjito dalam bukunya, keempat jenderal itu datang ke Istana Bogor pada 11 Maret 1966, sekira pukul 01.00 dini hari ketika Bung Karno hendak istirahat malam.
Para jenderal itu diakui meminta bubuhan tanda tangan di beberapa lembar dokumen yang dikemudian hari dikenal Supersemar. Dokumen mandat yang sedianya hanya memberi kewenangan yang (dianggap sementara) pada Letjen Soeharto dengan tujuan memulihkan keamanan dan ketertiban.
“Ya sudah kalau mandat (Supersemar) ini harus kutandatangani, tetapi nanti kalau masyarakat sudah aman dan tertib, supaya mandat ini dikembalikan kepadaku,” ungkap Wilardjito yang mengulang kata-kata Bung Karno di bukunya.