JAKARTA - Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi mengkritik, langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam politik anggaran atas kebijakan menaikkan uang muka pembelian mobil pribadi para pejabat.
Pasalnya, belum genap setahun menjabat, mulai terungkap keberpihakan Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) terhadap birokrat terkait penggunaan anggaran negara. Jokowi-JK kini dianggap tidak prorakyat.
"Jokowi sudah bergeser, dari sebelumnya yang memprioritaskan rakyat, tetapi kini menjadi probirokrat. Jelas ini sudah berseberangan dengan nawacita yang diusung saat kampanye (Presiden 2014)," jelas Apung di kantor Fitra, Mampang Prapatan IV, Jakarta Selatan (5/4/2015).
Apung menjelaskan, salah satu yang paling dikutuk Fitra adalah kebijakan Jokowi menaikkan uang muka pembelian mobil pribadi pejabat DPR, DPD, Hakim Agung, Komisi Yudisial (KY), Hakim Konstitusi, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui Perpres No 39/2015. Padahal, saat ini rakyat sedang menderita akibat kebijakan pemerintah menaikan harga BBM dan gas elpiji.
Dalam peraturan tersebut, terjadi kenaikan pengunaan anggaran negara hingga 85 persen untuk fasilitas para pejabat negara tersebut. Rencananya, sebanyak 753 orang pejabat yang tercatat akan menerima dana sebesar Rp210.890.000,-. Yang menyesakan, para pejabat tersebut telah menerima mobil dinas Toyota Royal Crown.
"Itu pemborosan, uang muka segitu biasa untuk mobil mewah, yang jelas harga diatas Rp1 miliar," imbuhnya.
Menurutnya, terdapat modus balas budi dilakukan Jokowi kepada para politisi, parlemen dan pejabat negara agar mereka tidak memiliki pandangan berseberangan. Dibalik itu, terdapat pula potensi korupsi dalam pemberian uang muka membeli mobil pejabat tersebut. Hal tersebut dapat dilihat melalui gaji pejabat, sehingga dana angsuran untuk mencicil mobil menjadi celah motivasi rasuah.
"Ini jelas menjadi ajang balas budi dan pembungkaman. Potensi korupsi tentu saja ada, karena dana ini langsung diserahkan secara personal, bukan melalui tander, jadi tidak akan ada audit," pungkasnya.
(Muhammad Sabarudin Rachmat (Okezone))