BANDUNG - Pria berkemeja batik biru itu dengan ramah menyambut Okezone ketika mendatangi kediamannya di kawasan Cipaganti, Kota Bandung. Inen Rusnan, demikian nama pria berusia 78 tahun tersebut.
"Silakan, masuk," tutur Inen dengan ramah kemudian mempersilakan Okezone duduk di sofa.
Ketika obrolan seputar pengalamannya dimulai, Inen dengan semangat menceritakan kisahnya sebagai saksi hidup Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955. Saat itu Inen bertugas di bagian dokumentasi sebagai fotografer. Usianya ketika itu baru sekira 17 tahun.
"Mungkin saya fotografer termuda yang ada di Konferensi Asia Afrika. Apalagi saat itu belum banyak orang yang bisa mengoperasikan kamera," kata Inen.
Meski berusia muda, Inen tidak canggung menjalankan tugas. Sebab, ia sudah terbiasa menjadi fotografer lepas dan mengirim karyanya ke sejumlah media massa di Jawa Barat.
Karena pengalaman itulah Inen didaulat panitia menjadi fotografer pengabadi momen KAA. Panitia tak ragu karena Inen punya pengalaman memotret berbagai kegiatan penting yang melibatkan pejabat.
Bermodalkan kamera Leica F3, ia mengabadikan berbagai momen penting kegiatan KAA. Ada banyak keasyikan yang dirasakan. Ia pun bangga karena tidak banyak orang yang punya kesempatan emas seperti dirinya berada di antara para delegasi berbagai negara.
"Momen yang paling saya suka pas motret itu adalah saat para kepala negara sedang asyik ngobrol. Itu momen langka," ungkap pria kelahiran Sumedang, 2 Agustus 1937, tersebut.
Perlu keahlian memotret mumpuni saat itu, mengingat kamera yang dipakai tidak secanggih saat ini. Apalagi, jumlah film yang dibawa terbatas jumlahnya, yaitu sekira 20 roll.
Perlu kejelian dan keahlian untuk menangkap momen. Hasilnya pun harus memuaskan agar tidak mengecewakan panitia dan para delegasi berbagai negara.
Hasil foto Inen kini mejeng di Museum Konferensi Asia Afrika. Bahkan, banyak dari para delegasi yang membawa hasil foto Inen ke negaranya masing-masing untuk kenang-kenangan.
Tetapi, koleksi foto yang ada di rumah Inen tinggal beberapa. Salah satu yang tersisa adalah foto ketika ada rombongan penyambut tamu menunggu kedatangan para delegasi.
"Sisanya kebanyakan rusak karena rumah bapak pernah kebakaran beberapa tahun lalu. Yang ada sekarang tinggal sisanya," tutur dia.
Selain foto KAA, masih ada sejumlah dokumentasi yang tersisa yaitu foto-foto saat Inen meliput di zaman dahulu. Ada juga beberapa foto Inen dengan sejumlah pejabat, salah satunya Presiden Soekarno.
Foto-foto itu dipajang di dinding rumahnya yang sederhana. Foto tersebut menjadi kenangan perjalanan Inen sebagai fotografer sekaligus perekam sejarah.
Inen sendiri lebih banyak belajar foto secara autodidak. Selain itu, ia mendapat bimbingan dari ayah angkatnya yang merupakan fotografer.
Sepanjang hidupnya, Inen terus berkutat dengan dunia foto. Ia tak bisa lepas dari profesinya karena memiliki kecintaan tersendiri pada dunia foto. "Buat saya mah kamera itu seperti istri pertama," tandas Inen.
(Risna Nur Rahayu)