Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Hukuman Mati Bisa Coreng Indonesia di Mata Internasional

Bayu Septianto , Jurnalis-Minggu, 26 April 2015 |20:35 WIB
Hukuman Mati Bisa Coreng Indonesia di Mata Internasional
Hukuman Mati Bisa Coreng Indonesia di Mata Internasional (Foto: Ilustrasi)
A
A
A

JAKARTA - Eksekusi hukuman mati yang segera dilakukan terhadap 10 terpidana mati dalam waktu dekat ini diyakini banyak pihak dapat merugikan kredibilitas Indonesia di kancah internasional.

Kepala Bidang Advokasi Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Muhammad Daud Beureuh menyayangkan sikap pemerintah yang tetap mengeksekusi para terpidana mati. Padahal, Indonesia sendiri baru saja berduka setelah dua orang tenaga kerjanya dieksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudi belum lama ini.

"Seharusnya pemerintah dapat memikirkan ulang eksekusi ini dan merancang ulang sistem pemidanaan di Indonesia demi menyelematkan para WNI yang terancam hukuman mati di negara lain," ujar Daud dalam jumpa pers di kantor HRWG, Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015).

Menurut Daud, dengan tetap dilaksanakannya hukuman mati akan berdampak pada hubungan diplomasi Indonesia yang akan sulit melakukan diplomasi bila ada warganya yang bernasib sama dengan WNA yang akan dieksekusi di Indonesia.

"Indonesia akan kehilangan teman dalam menekan suatu negara yang akan mengeksekusi mati WNI di negara itu," tutur Daud.

Di kesempatan yang sama, Direktur Imparsial Al Araf juga mengingatkan pemerintah bila tetap melaksanakan hukuman mati akan menurunkan kredibilitas Indonesia di negara-negara yang menjunjung hak asasi manusia.

"Kredibilitas negara dan pemerintah tentu akan menjadi rendah di mata publik internasional khususnya di negara-negara Uni Eropa ataupun negara-negara yang memang secara kemanusiaan sangat menjunjung hak-hak untuk hidup," kata Al Araf.

Al Araf bahkan menampik adanya intervensi dari pihak asing sehingga pelaksanaan hukuman mati tahap dua ini kerap mengalami penundaan. Menurutnya, pihak-pihak asing itu bukanlah melakukan intervensi melainkan bentuk solidaritas kemanusiaan bagi Indonesia yang ternodai dengan adanya hukuman mati.

"Kalau mereka mengecam hukuman mati di Indonesia bukan bentuk intervensi tapi bentuk solidaritas kemanusiaan bahwa ada persoalaan kemanusiaan yang dinodai di Indonesia dengan melakukan eksekusi mati," pungkas Al Araf.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu seorang buruh migran Indonesia, Siti Zaenab menjadi terpidana mati atas kasus pembunuhan terhadap isteri pengguna jasanya bernama Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada 1999. Zaenab kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999.

Setelah melalui rangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati qishash kepada Zaenab. Dengan jatuhnya keputusan qishas tersebut maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Namun, pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil baligh.

Kemudian pada 2013, setelah dinyatakan akil baligh, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi telah menyampaikan kepada pengadilan perihal penolakannya untuk memberikan pemaafan kepada Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada 2013.

Pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyampaikan, pemerintah Indonesia sejak awal telah berjuang untuk mendampingi Zaenab dan memohonkan pengampunan dari keluarga. Pemerintah Indonesia juga telah melakukan semua upaya secara maksimal untuk membebaskan Zaenab dari hukuman mati. Tapi saat dieksekusi mati belum lama ini tidak ada pemberitahuan terhadap perwakilan RI.

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement