Target dihadapkan pada 12 eksekutor dari Polri. Dari 12 eksekutor itu, hanya tiga orang yang senjatanya berisi peluru.
“Tujuannya agar tidak ada rasa bersalah saat menembak terpidana mati. Karena baik penembak maupun jaksa eksekutor, hanyalah manusia biasa yang memiliki dampak psikologis yang harus diantisipasi sebelum dan setelah eksekusi,” ungkap S.
Saat memasuki lokasi yang dijadikan tempat eksekusi, target sudah mengenakan pakaian berwarna putih dengan tanda sasaran bidik di bagian dada, tepatnya di bagian jantung. Hal ini telah sesuai prosedur untuk memastikan terpidana tidak akan merasa sakit saat ditembak.
Sebelum ditembak, target juga dipersilahkan menetukan posisi nyaman. Berdiri atau duduk, mata tertutup atau terbuka, semua diizinkan. “Itu kita tawarkan,” jelasnya.
Setelah semuanya siap, seorang di antara eksekutor memberikan aba-aba untuk bersiap menembak. Setelah itu, peluru meluncur ke sasaran. Apakah ketegangan hanya sampai di situ?
S mengaku tetap tegang saat ia mendapatkan tugas menemani dokter untuk memeriksa mati tidaknya target. Jika mati, maka proyektilnya dikeluarkan.