Sebuah permintaan kembali kandas dan tak dikabulkan Mahkamah Agung Belanda. Westerling sendiri diseret ke pengadilan, tapi justru dibebaskan sehari setelahnya. Terlepas dari rekam jejaknya sebagai penjagal di Sulawesi dan Bandung (Pembantaian APRA - Angkatan Perang Ratu Adil), Westerling dianggap pahlawan oleh sejumlah orang Belanda.
Tragedi APRA
Pun begitu, tak sedikit pula yang mengecamnya sebagai penjagal. Di sisi lain, Westerling sering menghadiri pertemuan untuk membeberkan pengalamannya di Indonesia, termasuk ketika menghina Presiden Soekarno, sebagaimana dikutip dalam buku ‘Tembak Bung Karno Rugi 30 Sen’.
“Orang Belanda sangat perhitungan. Satu peluru harganya 35 sen. Soekarno harganya tak sampai 5 sen. Berarti rugi 30 sen yang tak dapat dipertanggungjawabkan,” papar Westerling ketika ditanya mengapa dirinya tak menembak Soekarno semasa bertugas di Indonesia.
Sosok Westerling sedianya jadi salah satu “anak emas” Panglima Tertinggi Belanda di Indonesia, Jenderal Simon Hendrik Spoor. Tapi karena metodenya di masa revolusi dianggap brutal, sejumlah media Belanda dan bahkan para kompatriotnya di kesatuan lain mengecam Westerling.
Dibanjiri beragam laporan soal kelakuan Westerling, Jenderal Spoor akhirnya menonaktifkan Westerling dan tak lama kemudian memecatnya.