SYDNEY - Wartawan asing asal Prancis bernama Thomas Dandois meragukan janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membuka kesempatan bagi wartawan asing untuk meliput di Papua. "Saya rasa tidak mungkin perubahan itu bisa dilakukan dalam semalam," ujarnya kepada Radio Australia, seperti dilansir ABC, Kamis (28/5/2015).
"Laporan yang dibuat wartawan asing tidak akan menyenangkan hati Pemerintah Indonesia. Wartawan asing akan membuat hal-hal yang tidak ingin didengar Pemerintah Indonesia," imbuhnya.
Tahun lalu, Dandois dipenjara di Papua karena tidak memiliki surat izin masuk yang resmi. Dia bersama rekan wartawannya, Valentine Bourrat, dipenjara selama 2,5 bulan pada 2014. Saat itu keduanya sedang membuat film dokumenter mengenai gerakan separatis Papua.
"Apakah Papua benar-benar terbuka untuk para wartawan? Akankah mereka dapat melakukan pekerjaan mereka? Kami belum tahu itu, dan kami sangat berhati-hati mengenai hal itu," kata Dandois.
Setelah peristiwa itu, Dandois telah kembali ke Prancis. Meski tidak lagi meliput Papua, dia masih mengikuti perkembangan yang terjadi di daerah yang kaya akan sumber daya alam itu.
Menurut Dandois, keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam menegakkan kebebasan pers baru dapat terlihat setelah peraturan itu cukup lama berjalan. "Akan menjadi menarik bila dalam waktu 1,5 tahun kemudian kami dapat membuat laporan lengkap mengenai kebebasan pers di Papua," ujar dia.
Dia akan melengkapi laporan tersebut dengan mewawancarai kedua pihak, yaitu wartawan asing dan Pemerintah Indonesia. "Dengan begitu, kami dapat membuat laporan tanpa menimbulkan bias yang menyerang Pemerintah Indonesia," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, Presiden Jokowi telah mengumumkan wartawan asing bebas masuk ke Papua seperti halnya ke daerah lain di Indonesia. Hal itu disampaikan Jokowi usai panen raya di Wapeko, Merauke, pada Minggu 10 Mei 2015.
(Pamela Sarnia)