SOLO - Museum tertua di Indonesia, Radya Pustaka, yang berada di komplek Sriwedari, Solo, Jawa Tengah terancam hilang menyusul perintah eksekusi yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA). Pasca kekalahan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo dari ahli waris Wiryodiningrat terkait kepemilikan lahan Sriwedari seluas 9,9 hektar di tingkat kasasi.
Pengadilan Negeri (PN) Solo, Jawa Tengah, juga sudah mengirimkan aanmaning atau teguran melalui surat panggilan Nomor 10/PEN.PDT/EKS/2015/PN.Skt kepada termohon eksekusi yakni Pemkot Solo, pengelola Museum Radya Pustaka dan penguasa Keraton Surakarta.
Berdasarkan putusan tersebut, secara keseluruhan bangunan yang ada di luasan lahan Sriwedari diminta untuk dikosongkan.
Kondisi tersebut menimbulkan kecaman dari berbagai pihak. Mulai dari Seniman, budayawan, anggota DPRD, akademis, pengacara serta elemen masyarakat Kota Solo, Jawa Tengah. Bila seluruh bangunan yang berdiri di lahan Sriwedari ini dieksekusi, termasuk musium Radya Pustaka, Kota Solo kehilangan identitasnya.
Mereka bertekad mempertahankan Museum Radya Pustaka yang termasuk salah satu benda cagar budaya. Para elemen inipun sepakat melakukan perlawanan untuk melakukan penyelamatan kawasan Sriwedari.
Komitmen perlawanan tersebut sedianya bakal diwujudkan dengan aksi turun ke jalan hingga pementasan tari sesaji. Namun aksi turun kejalan urung dilakukan. Sebagai gantinya, mereka membuat membuat petisi yang ditujukan pada MA dan Presiden Republik Indonesia.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Solo, Teguh Prakosa mendukung penuh dikeluarkannya petisi untuk selamatkan kawasan Sriwedari.
“Saya dukung penuh petisi ini. Sejak jaman dulu Sriwedari adalah lahan publik yang juga menjadi cagar budaya," ungkap Teguh Prakosa, dalam pertemuan dengan seniman, budayawan dan elemen masyarakat Kota Solo, Kamis (10/9/2015).
Teguh juga menyampaikan, pemerintah sudah berjuang melalui jalur hukum agar lahan seluas 9,9 ha itu bisa dimiliki Pemkot Solo, namun kalah di tingkat kasasi. Meski demikian, perjuangan pihak Pemkot Solo untuk menyelamatkan lahan Sriwedari terus berlanjut.
Melalui kuasa hukumnya Pemkot Solo sudah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA, dengan mengajukan bukti baru sesuai ketentuan untuk mengajukan PK. Pengajuan PK ini dilakukan agar jangan sampai eksekusi terhadap lahan Sriwedari menimbulkan konflik sosial.
Selain Museum Radya Pustaka, di taman Sriwedari banyak berdiri fasilitas bersejarah lainnya yang harus dilindungi seperti Stadion Sriwedari yang merupakan saksi bersejarah penyenggaraan Pekan Olah Raga Nasional (PON) pertama digelar serta Gedung Wayang Orang.
"Bisa saja nanti hasil PK bisa berbeda dengan hasil kasasi. Kita harus bersabar menunggu putusan PK," jelasnya.
Sementara itu Pejabat Humas PN Solo, Mion Ginting menyebutkan, Pemkot Solo memang menerima surat teguran dan itu sebagai bagian dari tahapan eksekusi dan sebagai pemberitahuan.
"Nantinya jika tidak segera dilakukan (pengosongan) dalam waktu delapan hari maka pengadilan berhak melaksanakan eksekusi,”pungkasnya.
(Fransiskus Dasa Saputra)