Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Tapa Bisu Kraton Yogyakarta di Malam 1 Suro

Markus Yuwono , Jurnalis-Kamis, 15 Oktober 2015 |02:40 WIB
Tapa Bisu Kraton Yogyakarta di Malam 1 Suro
Ilustrasi
A
A
A

YOGYAKARTA - Ribuan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya mengikuti tradisi menyambut malam 1 Suro atau Muharam. Tradisi tersebut adalah Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dilakukan sejak malam hari Rabu, 14 Oktober 2015.

Tradisi yang digelar ini dimulai sejak pukul 21.00 WIB, di mulai Bangsal Pancaniti, Keben Keraton Yogyakarta. Warga langsung datang duduk bersila sambil mendengarkan doa.

"Dari Bangsal Pancaniti, Keben Keraton Yogyakarta ini. Lalu berjalan Mubeng Benteng, jaraknya sekitar 4 kilo," kata KRT Gondo Hadiningrat Ketua Panitia Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Tradisi yang sudah dilakukan sejak Sri Sultan HB II ini untuk menyambut malam Malam Satu Suro, disambut warga. Sekira pukul 23.00 WIB, abdi dalem berkumpul persiapan berangkat. Tepat 00.00 WIB prosesi dilakukan. Tidak ada aktivitas yang lain selain berjalan kaki.

KRT Gondo Hadiningrat mengatakan tradisi mubeng beteng sibol bakti abdi dalem dengan cara ronda mubeng Benteng, mengamankan. Acara ini bukan acara kraton, tetapi simbol bakti abdi Dalem dan masyarakat. Sampai saat ini tetap hajatan masyarakat. Keraton yang memfasilitasi.

Selama tirakat atau lelaku mengelilingi benteng, masyarakat dilarang berbicara, makan, minum, ataupun merokok. Perjalana sejauh kuranglebih 4 km dilakukan dengan hening. "Tradisi Mubeng Benteng ini sudah ada sejak Sri Sultan HB II," paparnya.

Dalam tradisi ini dimaknai sebagai sarana instropeksi diri, perenungan diri dengan tirakat atau lelaku, baik untuk diri sendiri maupun untuk sesama. "Sekaligus berdoa untuk Yogyakarta maupun Indonesia kedepan yang lebih baik,"ucapnya. Selain warga DIY, masyarakat luar kota seperi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. "Tidak hanya warga Yogyakarta, tetapi berbagai kota lainnya," terangnya.

Sementara, Ahmad, seorang warga Blora, mengaku mengikuti tradisi ini untuk ikut prihatin dan instropeksi diri. "Sengaja datang untuk ikut," katanya seusai mengikuti tradisi.

(Angkasa Yudhistira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement