Bisa Dijadikan Lampu
Benny yang pendiri Usaha Kecil Menengah (UKM) Jati Ning Mandiri mengatakan, pemanfaatan bio solar sudah berjalan, namun ia sendiri kekurangan suplai minyak jelantah, sebab ia harus bersaing ketat dengan para pengepul minyak jelantah.
“Saat ini minyak jelantah baru saya dapat dari pabrik krupuk di Klayan. Lumayan jauh juga, sebab jika mengumpulkan dari pasar, saya harus rebutan dengan pengepulnya. Ternyata ada yang mengambil minyak jelantah, entah buat apa. Namun saya khawatir minyak jelantah tersebut dicampur tawas atau nasi aking dengan cara direndam untuk dijadikan minyak goreng kemudian dijual lagi. Tentu saja berbahaya sebab bisa menyebabkan kanker dan penyakit berbahaya lain,” ungkap Benny.
Saat masuk ke hotel atau restoran pun untuk bis mengambul minyak jelantah, Benny malah dicurigai, sebab penyalahgunaan minyak jelantah kini sedang marak.
“Walaupun sudah bawa proposal, tetapi tetap dicurigai. Namun saya optimistis bisa mendapatkan bahan limbah minyak jelantah tersebut. Efektifnya satu kali proses bisa menghasilkan 90 liter bio solar,” ungkapnya.
Benny belajar mengolah bio solar saat ia bekerja di Pertamina Balongan, namun saat ini melihat kondisi nelayan, petani dan industri yang membutuhkan solar yang ramah lingkungan, sehingga fokus untuk menjalaninya. Bukan hanya semata bisnis tetapi untuk membantu petani dan nelayan yang sangat membutuhkan bio solar untuk membantu meningkatkan penghasilan mereka.
“Saya mempunyai impian untuk mendirikan UKM di setiap kecamatan yang bisa mengolah minyak jelantah menjadi bio solar. Bio solar tersebut jika dipasarkan lebih terjangkau dibandingkan harga solar, yakni Rp 6.000 untuk petani dan nelayan dan Rp12.000 untuk industri. Namun masih terkendala dana dan suplai bahan baku. Semoga suatu saat nanti saya mendapat jalan untuk terus mengembangkan bio solar ini,” tambah dia.
(Amril Amarullah (Okezone))