Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Cara Mengolah Minyak Jelantah Menjadi Bio Solar

Amril Amarullah , Jurnalis-Rabu, 02 Desember 2015 |15:51 WIB
Cara Mengolah Minyak Jelantah Menjadi Bio Solar
Penemu bio solar dari bahan minta jelantah, Benny Hartono (foto: kabar-cirebon)
A
A
A

CIREBON – Minyak jelantah yang berwarna coklat pekat merupakan limbah yang sult diolah. Malah ada yang menyalahgunakan minyak jelantah tersebut untuk digunakan kembali menjadi minyak goreng padahal sangat berbahaya bagi berbahaya.

Namun, ternyata minyak jelantah bisa diolah menjadi solar atau masuk dalam jenis bio solar. Solar, memang menjadi salah satu bahan bakar minyak (BBM) yang menjadi kebutuhan industri, nelayan dan petani untuk bahan bakar mesin. Sementara lambat laun, solar pun akan semakin langka sebab solar yang berasal dari fosil tersebut termasuk sumbar daya yang tidak bisa diperbaharui.

Tetapi dengan adanya bio solar menjadi alternatif sebagai bahan bakar yang berasal dari limbah minyak jelantah yang ramah lingkungan. Seperti yang dilakukan Benny Hartono, sejak enam bulan ia mengolah minyak jelantah untuk dijadikan bio solar. Limbah minyak jelantah tersebut masuk pada drum melalui proses reaktor.

“Limbah minyak jelantah masuk pada drum reaktor dan memerlukan waktu 10 jam untuk menjadi bio solar yang sudah jadi. Minyak jelantah masuk pada drum, dipanaskan dengan heater dengan kapastas 3.000 watt sampai temperatur 100 derajat celcius,” jelas Benny saat KC temui di tempat produksi bio solar yang berlokasi di Jalan Suratno Kota Cirebon, kemarin.

Karena minyak jelantah mengandung air dan bahan bekas penggorengan, lanjut dia, maka otomatis akan terpisah. Namun diperlukan katalisator seperti larutan methanol dan natrium hidroksida.

“Prosesnya dinamakan transesterfikasi. Proses molekul panjang ini hampir sama dengan proses yang terjadi di pom bensin. Bahkan limbah gliserolnya bisa untuk pakan ternak karena mengandung lemak nabati,” tutur Benny seperti dikutip kabar-cirebon, Rabu (2/12/2015).

Solar Tanpa Asap

Benny mengatakan, hasil bio solar tersebut sangat bagus dan saat penggunannya tidak mengeluarkan asap dibandingkan dengan solar berasal dari fosil yang biasanya mengeluarkan asap pekat.

“Produksi bio solar sama sekali tidak membahayakan lingkungan. Tidak ada polusi dan limbah sama sekali. Izinnya juga sudah ada, apalagi lokasinya terletak di belakang gudang Perusahaan Gas Negara (PGN). Jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan sebab ramah lingkungan,” katanya.

Benny mengaku sudah membantu nelayan dan petani di beberapa wilayah seperti Kalisapu, Kesenden, dan beberapa daerah pesisir lain. Khususnya nelayan, mereka selalu kekurangan bahan solar saat membeli di Stasuin Pengisian Bakar Nelayan (SPBN). Jika membeli di SPBU mereka tidak boleh membeli dengan menggunakan derigen.

“Untuk itu, setelah kami tawarkan bio solar, mereka puas dengan bio solar tersebut. Selain hemat juga aman, sebab jika menggunakan solar abal-abal biasanya cepat habis dan mesin mati di tengah lautan,” tegas dia.

Selain itu, api akan padam jika terkena solar bukan malah membesar. Itulah risiko nelayan menggunakan solar saat mereka melaut, sangat berbahaya jika ada angin atau asap rokok. Begitu juga dengan petani, bio solar bisa digunakan untuk mesin traktor.

“Bio solar bisa mengantikan lilin saat mati lampu. Daya tahannya kuat sampai empat jam. Saya buktikan saat berada di Desa Cikuya, di mana selama 20 tahun mereka belum pernah teraliri listrik. Selain itu bisa untuk mengganti minyak tanah dalam penggunaan kompor,” ujarnya.

Bisa Dijadikan Lampu

Benny yang pendiri Usaha Kecil Menengah (UKM) Jati Ning Mandiri mengatakan, pemanfaatan bio solar sudah berjalan, namun ia sendiri kekurangan suplai minyak jelantah, sebab ia harus bersaing ketat dengan para pengepul minyak jelantah.

“Saat ini minyak jelantah baru saya dapat dari pabrik krupuk di Klayan. Lumayan jauh juga, sebab jika mengumpulkan dari pasar, saya harus rebutan dengan pengepulnya. Ternyata ada yang mengambil minyak jelantah, entah buat apa. Namun saya khawatir minyak jelantah tersebut dicampur tawas atau nasi aking dengan cara direndam untuk dijadikan minyak goreng kemudian dijual lagi. Tentu saja berbahaya sebab bisa menyebabkan kanker dan penyakit berbahaya lain,” ungkap Benny.

Saat masuk ke hotel atau restoran pun untuk bis mengambul minyak jelantah, Benny malah dicurigai, sebab penyalahgunaan minyak jelantah kini sedang marak.

“Walaupun sudah bawa proposal, tetapi tetap dicurigai. Namun saya optimistis bisa mendapatkan bahan limbah minyak jelantah tersebut. Efektifnya satu kali proses bisa menghasilkan 90 liter bio solar,” ungkapnya.

Benny belajar mengolah bio solar saat ia bekerja di Pertamina Balongan, namun saat ini melihat kondisi nelayan, petani dan industri yang membutuhkan solar yang ramah lingkungan, sehingga fokus untuk menjalaninya. Bukan hanya semata bisnis tetapi untuk membantu petani dan nelayan yang sangat membutuhkan bio solar untuk membantu meningkatkan penghasilan mereka.

“Saya mempunyai impian untuk mendirikan UKM di setiap kecamatan yang bisa mengolah minyak jelantah menjadi bio solar. Bio solar tersebut jika dipasarkan lebih terjangkau dibandingkan harga solar, yakni Rp 6.000 untuk petani dan nelayan dan Rp12.000 untuk industri. Namun masih terkendala dana dan suplai bahan baku. Semoga suatu saat nanti saya mendapat jalan untuk terus mengembangkan bio solar ini,” tambah dia.

(Amril Amarullah (Okezone))

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement