BOYOLALI - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, bahwa pernikahan tidak tercatat atau nikah siri akan berdampak besar terjadinya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Kita sering berdiskusi dan menangani masalah kasus kekerasan terhadap perempuan dan penelanraran anak di hilir, tetapi kita tidak membicarakan hulunya yakni akibat dari nikah siri," kata Mensos, di Asrama Haji Donohudan Boyolali, Jawa Tengah, Senin.
Mensos yang menjadi pembicara dalam seminar Kongres Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) XVIII dan Kongres Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) XVII dengan tema "Pelajar Islam Berbudaya Untuk Toleransi dan Persatuan Bangsa".
Mensos Khofifah Indar Parawansa mengemukakan nikah siri menjadi hulu penyumbang terbesar terhadap tingginya kasus KDRT dan kasus-kasus lainnya, menjadikan perempuan dan anak menjadi korbannya.
Selain itu, nikah siri, lanjut Mensos, juga cenderung menjadikan perempuan dan anak-anak sebagai pihak yang lebih dirugikan, seperti membuat mereka tidak mendapatkan perlindungan administratif dari pemerintah.
Bahkan, perempuan yang mengalami keretaan dalam rumah tangga dilihat dari jumlah kasus perceraian, sekitar 75 persen gugat cerai dilakukan oleh pihak perempuan.
Menurut dia, dampak nikah siri antara lain anak kesulitan mendapatkan akta kelahiran. Jika mereka dapat berdasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), akta akan dinisbahkan ke pihak ibunya. Hal ini, akan menjadi beban psikologis bagi anak ketika beranjang dewasa.
Mensos mengatakan permasalahan yang menjadi sorotan hingga saat ini, minimnya panti Anak Bermasalah Dengan Hukum (ABH) untuk memberi bimbingan, pelayanan, dan rehabilitasi sosial untuk mereka.
Pihaknya mencatat hingga saat ini, sebanyak 4,1 juta kasus penelantaran atau kekerasan yang melibatkan anak. Kasus tindak pidana atau kriminalitas yang dilakukan anak di bawah usia 16 tahun membuat sebagian besar dari pelaku dikirim ke Lapas akibat minimnya jumlah panti ABH.
"Panti ABH di Indonesia hingga saat ini, hanya sebanyak enam unit. Kita ada tambahan sebanyak lima panti ABH dan segera diresmikan Desember tahun ini," tuturnya.
Kendati demikian, jumlah panti ABH sebanyak tersebut dinilai masih sangat jauh dari ideal untuk menampung tingginya kasus anak bermasalah.
Oleh karena itu, Mensos mengajak generasi IPPNU untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan perlindungan perempuan berbasis hulu ini. Karena, jika permasalahan ini, dapat diselasaikan dari hulu maka hilir akan dapat dicegah.
Menurut Mensos sudah saatnya generasi IPNU dan IPPNU berdiskusi bersama-sama menyelesaikan permasalahan perlindungan perempuan dari hulu ini. Kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih tergolong tinggi, tetapi hal ini penyelesaian baru dilakukan di tingkat bawah atau hilir.
"Nikah siri merupakan masuk mencari perkara karena pihak perempuan tidak mungkin bisa tenang dalam kehidupan sehari-hari. Jumlah laki-laki lebih banyak dari perempuam sehingga jangan mau dinikah siri, sedangkan bagi laki-laki jangan mensirikan seorang perempuan," ujarnya.
Menurut Mensos, nikah tidak tercatat atau nikah siri di Negara Mesir, Maroko, dan Tunisia, misalnya, tidak dibenarkan.
(Amril Amarullah (Okezone))