MEDAN - Pembangunan sekolah Cinta Budaya pada 2010 di atas tanah yang masih bersengketa sejak 2008, ternyata membuat pihak yayasan Cinta Budaya mendapat suntikan dana sebanyak Rp200 miliar dari para donatur.
Informasi tersebut terungkap saat dialog antar orangtua murid dengan pihak sekolah yang membahas permasalahan sekolah yang ditembok oleh mantan Pangdam I/BB yang mengklaim sebagai pemilik tanah seluas 2,3 hektare tempat sekolah tersebut berdiri.
"Kita sudah melakukan upaya hukum, dia mungkin merasa hebat. Itu dipagar, padahal sudah dilaporkan ke Presiden. Jangan kita sangsi (ragu)," jelas kepala Sekolah Cinta Budaya, Antonius Aritonang di aula sekolah, Selasa (3/5/2016).
Di tempat yang sama, orangtua murid, Elisabet Sitohang mengatakan orangtua murid butuh kepastian kelanjutan proses belajar mengajar di sekolah.
"Dengan adanya penembokan, sekarang kami masih dikasi masuk lewat pagar, tapi ke depan, dua minggu ke dapan atau tiga minggu ke depan atau bulan saat anak mau ujian, kalau mereka tidak dikasih masuk gimana? Untuk menjawab keraguan, kalau bisa legal officer sekolah dihadapkan dong. Kalau bapak (kepala sekolah) tidak tanggung menjawab, serahkan kepada legal officer nya," ujar Elisabet.
Untuk menjawab keraguan Elisabet dan ratusan orangtua murid lainnya, Antonius memberikan informasi terkait besarnya dana donasi yang diperoleh pohak yayasan Cinta Budaya. Namun, tanpa disengaja, Antonius juga mengatakan bahwa para donatur juga meragukan proses belajar mengajar akibat polemik yang timbul dari persoalan sengketa tanah.
"Investasi di sini lebih dari Rp200 miliar. Apa kurang kuat? Semua donatur, mereka peduli. Tadi pagi saya ditelefon dari Tiongkok dan Singapura. Mereka (donatur) menanyakan itu (soal sengketa). Mereka juga ragu, saya bilang sudah melakukan upaya hukum dan somasi itu aja," jelas Antonius.
Setelah melakukan dialog, pihak sekolah dan orangtua murid membubarkan diri. Namun, saat membubarkan diri masih banyak orangtua murid yang ragu dengan keberlangsungan prsoses belajar dan mengajar di sekolah.
"Kalau tanahnya milih mantan Pangdam itu, kenapa sekolah tidak sewa aja 15 tahun. Kalau bisa dibeli saja kan," celoteh orangtua murid sembari keluar dari ruang dialog.
Terpisah, saat dikonfirmasi ke pengacara mantan Pangdam I/BB terkait penembokan sekolah Cinta Budaya, Rio Tampubolon mengatakan tanah tersebut adalah milik Burhanuddin Siagian. "Milik pak Burhanuddin. Jual beli Harun Aminah dengan pak Burhanuddin pada Maret 2016. Dia (Harun) menang PTUN. Belum ada komunikasi dengan pihak sekolah. Selanjutnya kita liat nanti lah," jelas Rio.
Pemberitaan sebelumnya, Sekolah Cinta Budaya (Chong Wen) ditembok dan dipagar oleh mantan Pangdam I/BB, Mayjend TNI (Purn), Burhanuddin Siagian. Alhasil, tanah sekolah yang diketahui sudah sengketa sejak tahun 2008 tersebut menjadi sorotan publik, pasalnya sengketa yang berkepanjangan tersebut menimbulkan keresahan orangtua murid sekolah, Selasa (3/5/2016).
Diketahui, tanah seluas 2,3 hektare tempat sekolah itu berdiri, sudah dijual pemilik sebelumnya bernama Harun Aminah kepada Burhanuddin. Hal tersebut lah yang membuat Burhanuddin menembok sekolah yang memiliki jenjang pendidikan dari tingkat TK hingga MA tersebut.
Tanah seluas 2,3 hektare tersebut sudah menjadi objek hukum sejak Harun Aminah menggugat Direktur Utama PT. Pancing Business Centre atas tanah tersebut di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam pada tanggal 16 Januari 2008.
Sedangkan, dalam Gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Harun Aminah menggugat Terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 3157 tertanggal 31 Juli 2007, yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (Kepala Kantor Pertanahan) Kabupaten Deli Serdang untuk PT. Pancing Business Centre.
Sertifikat HGB tersebut adalah sertifikat tanah tempat berdirinya Sekolah Cinta Budaya (Chong Wen) di Komplek MMTC, Jalan Besar Pancing, Kecamatan Percut Sei Tuan, Sumatera Utara. Walau pun masih dalam sengketa, pihak Yayasan Cinta Budaya tetap nekat membangun bangunan sekolah.
Harun memenangkan putusan PTUN Medan, Putusan PTTUN No.05/B/2010/PT.TUN-MDN tanggal 1 Maret 2010 dan Putusan Mahkamah Agung RI No.230 K/TUN/2010 tanggal 27 Oktober 2010 dengan Keputusan membatalkan sertifikat No. 3157 tertanggal 31 Juli 2007 yang dikuatkan dengan Penetapan Eksekusi Nomor : 12/G/2009/PTUN-MDN tanggal 16 September 2013.
Setelah memenangkan gugatannya di pengadilan, Harun kemudian menjual tanah tersebut ke Burhanuddin. Tak lama setelah proses penjualan, Burhanuddin kemudian menembok sekolah tersebut.
(Risna Nur Rahayu)