MANILA - Hari ini, Senin (9/5/2016), Filipina akan mengadakan pemilihan presiden ke-16 untuk masa jabatan 2016-2022, sekaligus pemilihan kepala daerah. Untuk menjaga keamanan selama pemungutan suara, pemerintah petahana Beniqno Aquino akan mengerahkan sedikitnya 100 ribu pasukan gabungan.
Hal ini dilakukan mengingat sejarah pemilu Filipina yang selalu diwarnai kerusuhan dan tingkat kecurangan yang tinggi. Terutama di daerah yang menjadi basis kekuasaan pemberontak dan atau kelompok-kelompok bersenjata.
Salah satu yang terparah, terjadi pada Oktober 2013, Associated Press mewartakan, sedikitnya 22 kandidat dan pendukung tewas akibat kekerasan terkait pemilu. Sementara itu, 27 orang lainnya dikabarkan menjadi korban terluka dalam insiden baku tembak yang sama.
Juru bicara kepolisian nasional Filipina kala itu, Ruben Theodore Sindac mengungkap, sedikitnya 588 orang ditangkap karena melanggar aturan selama masa pemilu. Polisi bahkan menyita senjata api sebanyak 500 buah, 4000 amunisi, 191 pisau dan 68 granat.
Kerusuhan yang berhubungan dengan pemilu seringkali terjadi di daerah terpencil, lebih dari 42 ribu desa di Filipina tergolong rawan aksi kekerasan dan kecurangan setiap kali pemilu diadakan.
Pada tahun ini saja, ada 15 orang yang dilaporkan tewas akibat ketegangan yang dipicu pemilu. Salah seorang korban adalah calon independen Wali Kota Lantapan di Filipina Selatan, Armando Ceballos, yang tewas dibunuh sekelompok pria bersenjata di rumahnya pada Sabtu 7 Mei 2016.
Kejadian serupa pernah terjadi pada Januari 2010. Saat itu, sekelompok pria bersenjata merangsek masuk ke rumah seorang kepala desa di Filipina bagian tengah dan menembaknya hingga tewas di depan keluarganya. Pria itu tak lain adalah Danny Amor. Punggungnya ditembus peluru beberapa kali, tepat ketika dia sedang makan malam dengan keluarganya di kediamannya di Mastabe, Provinsi San Jacinto. Sehari setelahnya, seorang kepala desa lainnya di kawasan Esperanza juga dilaporkan tewas ditembak.
Setahun sebelumnya, Filipina juga dinobatkan sebagai negara paling berbahaya bagi para jurnalis. Tepatnya pada November 2009, beberapa anggota keluarga politik terkuat di Kepulauan Mindano, yakni Keluarga Ampatuan diketahui menjadi dalang atas pembantaian 57 kerabat dan pendukung rival politiknya. Ia juga dilaporkan telah membunuh 30 orang jurnalis karena liputan mereka seputar pemilu.
Dilansir dari Facts and Details, Senin (9/5/2016), kejahatan itu sayangnya terus ditutupi dari publik hingga setahun kemudian. Sebab keluarga Ampatuan memiliki kedekatan dengan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) dan polisi nasional. Hal ini terungkap setelah ditemukan senjata pembantaian berlisensi khusus tentara dan polisi.
Kembali kepada pembahasan pemilu 2016, masyarakat Filipina juga kecewa karena pemilu tahun ini diwarnai dengan bocornya 55 juta data pribadi pemilih ke internet. Namun KPU Filipina meyakinkan, peretasan itu tidak akan memengaruhi proses pengambilan suara pada hari ini.
Kontes politik Filipina tahun ini akan menandingkan lima calon presiden, yakni Rodrigo Duterte yang terus mengungguli jajak pendapat elektabilitas, Senator Grace Poe, Mar Roxas, Wakil Presiden Jejomaar Binay dan Miriam Defensor Santiago.
(Silviana Dharma)