BANGKOK – Warga Thailand baru saja selesai melaksanakan referendum konstitusi. Sebanyak 61 persen warga menerima draf konstitusi usulan dari pemerintahan Junta Militer. Perdana Menteri (PM) Prayuth Chan-ocha pun sekali lagi menegaskan pemilihan umum (pemilu) akan tetap digelar pada 2017.
(Baca juga: Fakta di Balik Referendum Konstitusi Thailand)
Usulan draf tersebut diajukan oleh Junta Militer untuk menghentikan ketidakpastian suasana politik di Negeri Gajah Putih dalam beberapa tahun terakhir. Ketidakpastian itu membuat Jenderal Prayuth melakukan kudeta terhadap PM Yingluck Shinawatra pada 2014.
Sesuai usulan draf, Junta Militer memiliki roadmap untuk memulihkan sistem demokrasi dengan mengadakan Pemilu 2017. Pemerintah yang terpilih secara demokratis itu akan mulai berkuasa sejak awal 2017.
“Saya mohon Anda percaya dengan roadmap tersebut. Pemilu akan berlangsung pada 2017, saya tidak pernah menyatakan sesuatu yang berbeda,” ujar Prayuth di depan rumah dinas PM, seperti dimuat Reuters, Selasa (9/8/2016).
Para pengamat memaparkan, keinginan untuk memiliki kondisi politik yang stabil membuat 61 persen warga memilih setuju dengan draf konstitusi tersebut. Namun, aktivis di Thailand menganggap konstitusi dari Junta Militer justru akan semakin membatasi demokrasi.
Beruntung, tidak ada tanda-tanda kekerasan sejak hasil hitung cepat referendum diumumkan. Diyakini, oposisi pemerintahan Junta Militer tengah menyiapkan strategi mereka untuk Pemilu 2017. Saat itulah mereka baru bisa menghentikan kekuatan Junta Militer jika keluar sebagai pemenang.
(Wikanto Arungbudoyo)