JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah menggodok Revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu. Ada setidaknya 13 isu strategis yang melatarbelakangi upaya revisi undang-undang ini, salah satunya adalah sistem pemilihan anggota DPR dan DPRD.
Tim Pakar Pemerintah dalam Penyusunan RUU Penyelenggaraan Pemilu, Dani Syarifudin Nawawi mengatakan, dalam naskah revisi undang-undang yang disusun pihaknya, ada wacana untuk membatasi calon legislatif yang berhak maju dalam Pemilu.
"Pemilu sebelum-sebelumnya masih membolehkan parpol merekrut artis-artis yang telah dikenal masyarakat untuk mendongkrak suara. Untuk 2019, usulan kita, dan masukan dari semua pihak, minimal harus menjadi kader partai politik dengan memiliki kartau tanda anggota (KTA)," kata Dani dalam sebuah diskusi mengenai RUU Penyelenggaraan Pemilu di Bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (21/8/2016).
Kata dia, naskah revisi ini mensyaratkan seorang calon legislatif harus menjadi kader parpol minimal satu tahun. Hal ini bertujuan untuk menyaring calon wakil rakyat yang berkualitas dan memiliki pemahaman politik serta tak hanya bermodal popularitas semata.
"Untuk yang akan datang minimal satu tahun," imbuhnya.
Selain itu, ada banyak kelemahan dalam UU penyelenggaraan Pemilu saat ini yang perlu dikoreksi. Salah satunya adalah duplikasi calon legislatif, dimana satu calon terdaftar di sejumlah partai politik.
"Ada terus ini dan diam-diam, padahal kewajibannya dia harus mempunyai KTA," jelas dia.
Draft revisi undang-undang ini masih digodok oleh pemerintah dan diharapkan sudah disahkan awal 2017 mendatang. Hal ini mengingat tahapan Pemilu 2019 sudah mulai 2017 yakni verifikasi partai politik peserta Pemilu.
(Awaludin)