Tarik Ulur Regulasi Tembakau
Ketua Panja RUU Pertembakauan, Firman Soebagyo memaparkan bahwa situasi saat ini, negara dihadapkan pada persoalan kesulitan penerimaan. Terlebih sekarang anggaran negara berada pada posisi defisit yang begitu besar. Di sisi lain tembakau juga memberikan kontribusi pendapatan negara mencapai Rp147-157 triliun per tahun.
"Artinya, kalau penerimaan negara dari cukai rokok juga dilakukan penekanan dan akhirnya terjadi penurunan pendapatan negara dan defisit anggaran lagi. Kalau defisit anggaran dari pajak sudah merosot, dari minyak dan anggaran sudah merosot, dari tembakau merosot, ini sangat resiko tinggi bagi negara," tegas Firman.
Sebab itu, politikus partai berlambang pohon beringin itu merasa perlu untuk melakukan proteksi terhadap industri tembakau. Melalui RUU Pertembakauan, ia berharap bisa memberikan dampak kepada pendapatan negara serta memberikan azas manfaat bagi masyarakat.
Firman memaparkan, petani tembakau di Indonesia mencapai 1,9 orang. Selain itu, tenaga kerja di industri rokok mencapai 6,5 juta orang. Di sisi lain, industri rokok saat ini telah melakukan pola mekanisasi.
"Ini kan juga ke depan harus dilakukan tekanan atau batasan agar industri rokok berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja. Nah oleh karena itu, kalau dibatasi kretek yang merupakan ciri khas rokok Indonesia harus dipertahankan dengan menggunakan sistem tenaga manusia," terang Firman.
RUU Pertembakauan, juga diharapkan mampu menekan impor tembakau. Ia menyebut, selain dipusingkan oleh kampanye antirokok, petani tembakau juga dihadapkan pada kerentanan lantaran industri rokok transnasional yang masuk ke Indonesia juga memasukkan tembakau impor. Bahkan, Firman mengaku tengah menggodok aturan impor tembakau hanya 20 persen bagi perusahaan rokok.
"Nah, di sisi lain, ada perusahaan yang nomor satu di Indonesia terbesar itu sudah dikuasai asing 97 persen, mereka pakai sistem mesin, itu kan enggak ada gunanya. Yang menarik lagi adalah impor tembakau. 60 persen dari jumlah keseluruhan impor. Dari total 500 ribu, itu sekarang ini sudah 50 persen lah impor (tembakau). Nah kalau ini enggak dibatasi maka akhirnya Indonesia petani tembakaunya akan mengalami kemisikinan, kemudian karyawannya makan juga terkurangi. Industrinya juga jalan terus, pasarnya ada di Indonesia," ulas dia.
Sedangkan RUU Pertembakauan, saat ini lanjutnya, tinggal menunggu pengesahan di rapat Paripurna. Firman pun memastikan, sembilan dari 10 fraksi di DPR juga telah menyepakati regulasi tersebut.
"Sudah tinggal pengesahan di Paripurna. Alhamdulillah, dari 10 fraksi sembilan fraksi oke semua," sambungnya.
Namun, rencana legislatif itu ditolak oleh Komnas Pengendalian Tembakau (PT). Selain menumbuhsuburkan perokok, di negara maju saat ini juga terdapat aturan keras tentang rokok.
"Indonesia 60-70 persen dari orang laki laki dewasa. Sekarang Presiden (Vladimir) Putin di Rusia sudah bikin UU, barangsiapa orang dewasa merokok di dalam mobil sedangkan penumpangnya ada anak di bawah usia 18 tahun berarti dia terkena pidana KDRT (kekerasan dalam rumah tangga-red), begitu keras. Di Inggris, ada UU kalau merokok di dalam mobil di situ ada anak umur 18 tahun ke bawah dia kena denda Rp237 juta, luar biasa," jelas Ketua Komnas PT, Dr Hakim Sorimuda Pohan.
Terkait anggapan bahwa rokok kretek adalah produk asli Indonesia, Hakim justru mempertanyakan fungsinya. Bahkan, ia menganggap bahwa kretek ialah racun bagi liver. Mereka perokok kretek, lanjut Hakim bakal kesulitan di usia senja.
"Racun yang paling banyak membunuh umat manusia, banggakah kita sebagai bangsa seperti itu? Di Amerika Serikat di negara industri maju, di negara yang peradabannya lebih tinggi, kretek itu sangat meracuni liver. Cengkeh yang dibakar asapnya menjadi racun untuk liver. Jadi jangan bangga memproduksi bahan racun yang terkenal," sindirnya.
Per tahun, Hakim mengklaim sebanyak 239 ribu manusia Indonesia meninggal dunia akibat rokok. Bahkan, setiap jam ada setidaknya 27-29 orang meregang nyawa akibat penyakit yang berkaitan dengan kebiasaan merokok.
"Kecelakaan lalin 30-35 ribu. Ini valid. Enam kali lipat kematian akibat merokok. Jadi kesimpulannya merokok adalah cara bunuh diri secara perlahan-lahan," tutupnya.
(Rizka Diputra)