SERANG – Pada 2013, Banten dihebohkan dengan operasi tangkap tangan (OTT) Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan atas kasus suap Pilkada Kabupaten Lebak yang menyeret Akil Mokhtar, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK); dan Ratu Atut Chosiyah, mantan Gubernur Banten.
Kasus suap sebesar Rp1 miliar untuk memenangkan Pilkada Kabupaten Lebak itu pun akhirnya mampu membongkar banyak kasus korupsi di Banten yang melibatkan “Gurita Ratu Atut”. Dinasti politik Ratu Atut itu sendiri terbangan melalui Pilgub.
Kini, Pilgub Banten 2017 yang akan segera digelar, sudah memasuki tahapan pelaksanaan dengan massa pendaftaran pasangan calon pada 21–23 September. Sedangkan calon yang baru memastikan diri akan mendaftar adalah Wahidin Halim, Wali Kota Tangerang dua periode; yang berpasangam dengan Andhika Hazrumy, anak pertama Ratu Atut Chosiyah.
"Pelaksanaan Pilkada Banten harus bersih dari praktik-praktik politik uang. Dulu siapa yang tidak kenal dengan istilah ‘dinasti politik’ di Banten. Citra negatif itu harus kita benahi bersama dalam pilgub mendatang," kata Ketua Sekretariat Bersama (Sekber) DPD Banten, Trio H Saputra, Selasa (20/9/2016).
Alumni UIN Syarif Hidayatullah itu menjelaskan, Banten jangan sampai kembali terjebak ke dalam politik transaksional dan dinasti yang nantinya semakin membuat jauh masyarakat dari kesejahteraan, bahkan hanya 'memakmurkan' segelintir orang.
"Ini penting. Semua harus bergandeng tangan untuk katakan tidak pada politik uang, karena kita ingin mengubah Banten menjadi bersih dan lebih baik ke depan," tegasnya.
Sementara Ketua PP Muhammadiyah, Dahnil Anzar, mengatakan tata kelola Pemerintah Indonesia sejatinya tak pernah mengenal dinasti politik. Namun, semua itu tercipta karena kuatnya nuansa korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Ia mengatakan, Banten menjadi sorotan nasional dalam sistem pemerintahannya dengan sebutan dinasti politik karena sejak awal berdiri telah dikuasai oleh segelintir orang dan mengakar kuat sampai saat ini.
"Dinasti politik berawal dari kolusi. Kolusi itu tidak bisa dipisahkan dengan korupsi dan nepotisme (KKN)," kata Dahnil.
Sejumlah daerah yang memiliki kekuatan politik, kata Dahnil, biasanya memiliki kekuatan ekonomi di satu wilayah. Sehingga, kekuatan politik dan ekonomi itu memosisikan kepala daerah terpilih menjadi raja-raja kecil di sana.
Dahnil mencontohkan, Provinsi Banten adalah salah satu model dinasti politik yang dibangun dengan kekuasaan politik dan ekonomi keluarga besar yang dimulai oleh orangtua Ratu Atut Choisiyah.
Dalam perjalanannya, Atut berhasil menempatkan beberapa keluarga dan kerabatnya untuk menguasai daerah-daerah di tingkat kabupaten atau kota serta posisi-posisi strategis lainnya secara politik di partai politik tingkat daerah.
"Dan, tanpa disadari dinasti politik yang diawali dari kolusi itu faktanya telah mengungkap maraknya kasus korupsi yang dilakukan oleh keluarga Atut. Karena, salah satu penyebab maraknya korupsi di Indonesia karena kita kompromi dengan dinasti politik," tegasnya.
(Feri Agus Setyawan)