JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (DPP AAI), Muhammad Ismak, mengatakan bahwa saat ini marak bermunculan organisasi-organsisasi advokat instan di Indonesia. Hal itu terjadi menyusul keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang Penyumpahan Advokat.
"Akibat menjamurnya organisasi advokat baru dan mereka menyelenggarakan kursus-kursus advokat sendiri yang tidak memiliki acuan terkait standariasi kurikulum yang jelas, serta abai terhadap standarisasi pendidikan profesi advokat. Maka, kami mengadakan sosialisasi pendidikan profesi sesuai kurikulum Dikti untuk mencegah advokat instan yang tidak berkualitas," kata Ismak saat acara 'Workhshop AAI-Dikti di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (21/9/2016).
Menurut Ismak, organisasi advokat-advokat instan yang bermunculan itu tidak memiliki standarisasi pendidikan profesi sesuai dengan amanat Pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Untuk itu, AAI mendorong penyelenggaraan pendidikan bagi profesi advokat yang sesuai dengan Kurikulum Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) dan Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk melahirkan advokat yang berkualitas.
Sebab, apabila tidak terdapat keseragaman dalam standarisasi penyelenggaraan pendidikan profesi advokat, maka dikhawatirkan akan berdampak pada kualitas dan profesionalitas calon-calon advokat hingga merugikan masyarakat yang mencari keadilan. Padahal, advokat adalah profesi terhormat alias officium nobile.